Minggu lalu, pendiri Oppo dan Vivo, Duan Yongping berbicara tentang bagaimana Oppo dan Vivo menguasai pasar Tiongkok dari Apple.
"Apple tidak bisa mengalahkan kami di Tiongkok karena mereka pun memiliki kelemahan," ujarnya dalam wawancara eksklusif dengan Bloomberg.
"Mereka mungkin keras kepala, terkadang. Mereka membuat banyak produk hebat, seperti OS, tapi kami mengalahkan mereka dalam beberapa hal lain."
Namun, masih belum diketahui apakah Oppo dan Vivo akan dapat mempertahankan dominasinya. Lima tahun lalu, Oppo dan Vivo hanya menguasai 3 persen pasar smartphone Tiongkok. Pada 2014, Xiaomi, serta Lenovo dan Huawei, adalah merek lokal terpopuler di Tiongkok.
Penjualan Oppo dan Vivo meroket sejak 2015, berkat investasi untuk membangun toko ritel besar-besaran, terutama di kota-kota kecil. Pasar smartphone di kota-kota besar Tiongkok sudah cukup maju, tapi di kota kecil, masih banyak orang yang belum memiliki smartphone, yang merupakan kesempatan bagi Oppo dan Vivo.
.jpg)
Oppo F3 Plus yang baru saja diluncurkan di Indonesia.
Penjualan Oppo dan Vivo meroket pada 2016. Pengiriman keduanya di Tiongkok naik lebih dari dua kali lipat menjadi 150 juta unit. Dengan segera, Oppo memimpin pasar dengan pangsa pasar 16,8 persen dan Vivo ada di posisi ketiga dengan pangsa pasar 14,8 persen.
Sementara itu, pengiriman Apple di Tiongkok justru turun 23 persen ke 44,9 juta unit. Ini menjadikan perusahaan asal Cupertino ini di peringkat 4 dengan pangsa pasar 9,6 persen. Banyak ahli yang menyayangkan kekalahan Apple di pasar Tiongkok. Duan Yongping menyebutkan, kunci kesuksesan mereka adalah karena mereka menyediakan fitur kelas atas dengan harga yang masuk akal.
Apple bukannya tidak tahu tentang strategi ini. Hanya saja, mereka tetap menjual iPhone dengan harga premium untuk memaksimalkan keuntungan yang mereka dapatkan. Sekaligus melindungi nilai merek Apple dalam jangka panjang, lapor The Motley Fool.
Terbukti, meski tahun lalu Apple melaporkan tentang penurunan penjualan iPhone untuk pertama kalinya, mereka tetap meriah untung.
iPhone SE. (AP Photo / Eugene Hoshiko)
Apple kira-kira mendapatkan keuntungan sebesar USD300 (Rp4 juta) untuk setiap smartphone high-end yang mereka jual di Tiongkok. Jika mereka ingin meningkatkan penjualan di masyarakat yang sangat peduli akan harga, ada 2 cara yang bisa mereka lakukan.
Pertama, menawarkan model iPhone yang lebih murah dengan kualitas yang tidak sebaik iPhone premium. Kedua, membuat iPhone dengan harga lebih murah tapi dengan fitur yang sama dengan smartphone flagship-nya.
Jika Apple mengambil opsi pertama, Apple dapat merusak merek mereka sendiri. Dan hal ini tidak menjamin mereka akan meningkatkan penjualan dalam jumlah yang signifikan. Sementara opsi kedua akan meningkatkan penjualan, tapi ia akan merusak pasar iPhone premium karena iPhone yang lebih murah memiliki fitur yang sama dengan versi premium.
Sementara itu, meskipun Oppo dan Vivo berhasil menjual ponsel dalam jumlah banyak, tidak diketahui apakah mereka memang mendapatkan untung.
Selain itu, tidak diketahui apakah Oppo dan Vivo akan dapat mempertahankan dominasinya. Belum lama ini, Xiaomi berhasil mendominasi pasar Tiongkok. Dalam 2 tahun belakangan, popularitasnya terus menurun.
Faktanya, analis Apple Katy Huberty belum lama ini membahas tentang survei yang menunjukkan bahwa para pelanggan Vivo dan Oppo memiliki kesetiaan pada merek yang rendah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
