Ilustrasi
Ilustrasi

Ancaman Baru di Era AI, Perusahaan Diminta Beralih ke Strategi Proaktif

Mohamad Mamduh • 20 November 2025 13:08
Jakarta: Adopsi kecerdasan buatan (AI) di dunia bisnis berkembang dengan sangat cepat dan diperkirakan akan mencapai 93 persen organisasi pada 2025–2026.
 
Namun, hanya sekitar 30 persen perusahaan yang telah menyiapkan program tata kelola AI. Kesenjangan ini menciptakan celah berbahaya yang kini dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan siber untuk melancarkan serangan dengan cara-cara baru yang lebih canggih.
 
Ancaman yang muncul di era AI terbagi dalam beberapa bentuk. Dari sisi eksternal, phishing berbasis AI kini mampu menghasilkan pesan dan deepfake yang hampir tidak bisa dibedakan dari komunikasi asli. Serangan rantai pasok yang menargetkan API dan dependensi AI juga memperluas permukaan serangan yang belum sepenuhnya terlindungi.

Dari sisi internal, fenomena “Shadow AI” semakin marak ketika karyawan menggunakan alat AI tanpa pengawasan keamanan. Hal ini menimbulkan risiko kebocoran data, manipulasi model, hingga keputusan bisnis yang salah arah.
 
Sementara itu, ancaman sistemik mencakup serangan injeksi prompt yang memanipulasi output AI, penggunaan halusinasi AI dalam dokumen resmi, manipulasi memori sistem, serta poisoning data pelatihan yang dapat merusak integritas model.
 
Banyak organisasi masih beranggapan bahwa pendekatan keamanan tradisional cukup untuk melindungi sistem AI. Padahal, sekadar mengamankan model atau menempatkannya di lingkungan privat tidak memadai.
 
AI membutuhkan pendekatan berbeda, termasuk indikator risiko dinamis, data serangan real-time, serta analisis jalur eksploitasi lintas sistem. Tanpa strategi ini, perusahaan akan selalu tertinggal dari penyerang yang memanfaatkan AI untuk melancarkan serangan lebih cepat dan lebih kompleks.
 
Pendekatan reaktif yang hanya menanggapi insiden membuat perusahaan berada dalam posisi defensif yang lemah. Gartner memperkirakan organisasi yang menerapkan manajemen risiko proaktif dapat mengurangi frekuensi dan dampak serangan hingga 50 persen pada 2028.
 
Strategi ini menuntut perubahan paradigma, ketika keamanan harus dipandang sebagai enabler bisnis, bukan sekadar biaya tambahan. Konsolidasi berbagai solusi keamanan ke dalam platform terpadu diyakini mampu menekan biaya, mengurangi kompleksitas, dan meningkatkan visibilitas ancaman.
 
Adopsi AI yang cepat tanpa tata kelola dan strategi keamanan yang tepat justru mempercepat munculnya kerentanan baru. Organisasi dituntut untuk segera beralih ke pendekatan proaktif, memprediksi dan mencegah ancaman sebelum terjadi. Tanpa langkah ini, perusahaan berisiko menciptakan permukaan serangan lebih cepat daripada kemampuan mereka untuk mengamankannya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(MMI)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan