Pertandingan esport yang dimulai tahun ini akan mengangkat sembilan game untuk dipertandingkan. Kesembilan game itu adalah Mobile Legends, Arena of Valor, Counter Strike: Global Offensive, Vainglory, DOTA 2, PUBG PC, Heartstone, Point Blank, dan StarCraft II.
Pendaftaran kompetisi ini telah diadakan sejak April lalu di 16 kota. Co-Founder dan CEO UniPin Ashadi Ang mengatakan, SEACA akan menjadi acara tahunan.
Selain ingin mengembangkan industri esport, Ashadi mengaku dia juga ingin mendorong gaya hidup yang lebih sehat untuk para gamer.
"Atlet esport adalah profesi yang sangat menjanjikan," kata Ashadi saat ditemui di Mall Taman Anggrek, Selasa, 17 Oktober 2018. "Jika para gamer berlatih secara profesional, ini akan bisa jadi profesi yang menghasilkan."
Namun, dia juga tidak menyarankan para gamer yang masih duduk di bangku sekolah untuk mengacuhkan pendidikannya, apalagi keluar sekolah.
"Saya tidak menyarankan anak-anak untuk berhenti sekolah demi esport. Kita tetap harus menyeimbangkan hidup kita," katanya. "Sekolah harus ada, hobi juga ada. Jika ada hobi yang bisa menghasilkan, tentunya itu akan sangat baik."
Dia mengatakan, menjadi atlet profesional tidak melulu soal berlatih bermain game, tapi juga menjaga kebugaran fisik, termasuk makan makanan yang sehat dan berolahraga secara rutin.
(1).jpg)
Pembukaan kompetisi SEACA.
"Melalui kompetisi SEACA, kami juga ingin mendorong gaya hidup yang sehat untuk gamer," katanya. Meskipun sejatinya merupakan perusahaan penerbitan voucher game, UniPin juga telah membuat UniPin esport yang bertujuan untuk mengembangkan esport. Setelah kompetisi SEACA berakhir, dia mengatakan bahwa UniPin akan memilih beberapa tim esport untuk dibina.
"Mengadakan pembinaan tim esport, itu tujuan akhir dari SEACA," kata Asadhi. "Nanti akan kami carikan sponsor, kami buatkan program, seperti jam istirahat, sarapan menu dietnya apa, olahraga fisik untuk menjaga kebugaran dan jam latihan."
Tidak semua tim yang berhasil memenangkan SEACA akan dipilih untuk dibina UniPin. Asadhi mengungkap, dia ingin melatih tim yang memang serius.
"Artinya, memiliki komitmen dan dedikasi pada industri gaming. Dan bukan musiman. Kalau sudah kami latih selama tiga bulan, kami sediakan pelatih dari luar negeri, tapi ujung-ujungnya tidak serius, kan jadi sia-sia," ujarnya.
Dia juga menjelaskan, lain halnya dengan para gamer kasual, para atlet esport dituntut untuk hanya fokus pada satu game.
"Kalau gamer profesional itu hanya fokus ke satu game, tidak mungkin kita latih di sembilan game, nanti fokusnya justru buyar," katanya.
Dia membandingkan atlet esport dengan atlet olahraga. "Tidak mungkin kita meminta atlet badminton untuk memainkan tenis, meski pada dasarnya sama-sama memukul bola," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News