"Kami para ulama telah menyiarkan melalui saluran televisi bahwa mereka yang berisiko, terutama di Karachi dengan situasi sangat serius harus menjauhkan diri dari puasa. Islam telah memahami keterbatasan kondisi yang membolehkan seseorang tidak harus berpuasa, bahkan dalam Alquran pun disebutkan," ujar Tahir Ashrafi, ulama Islam terkemukan di Karachi melansir ABC News, Kamis (25/6/2015).
Imbauan tak menjalankan puasa itu datang ketika suhu di Karachi mencapai 45 derajat celsius. Pusat ekonomi di Pakistan bahkan dihuni oleh sekitar 20 juta orang, sedikitnya 780 orang dilaporkan meninggal dunia akibat gelombang panas.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Gelombang panas terjadi bertepatan dengan bulan Ramadan ketika mayoritas umat muslim di sana melaksanakan ibadah puasa. Bagi sebagian orang di Pakistan, pedoman dan imbauan untuk tak berpuasa itu dihargai sebagai upaya bertahan hidup dari gelombang panas.
"Ini adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup," kata Subah Sadiq, mengutip New York Times yang sehari-hari berjualan buah di jalanan kota Karachi. Dia memutuskan untuk tak berpuasa lantaran tak memungkinkan baginya berdiri sepanjang hari menjajakan dagangan.
Namun, Shamim Rehman punya pendapat lain terkait imbauan tak berpuasa. Dia mengaku tetap menjalankan rukun Islam keempat itu.
"Selama saya memiliki kesempatan hidup dan niat yang kuat, saya tetap akan berpuasa," kata pria 34 tahun ini. (Onislam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (MEL)