"Warga negara ataupun ormas-ormas tak boleh bertindak sendiri (sweeping tempat-tempat hiburan malam). Penegakan hukum itu ada tata cara sendiri, karena tidak semua warga negara paham. Warga negara hanya bisa memberi informasi," tegas Tito dalam dialog Bincang Pagi di Metro TV, Kamis (18/6/2015).
Menurut Tito, fenomena ormas yang melakukan sweeping tertentu karena adanya konflik kepentingan. "Pertama, karena ada warga negara yang ingin menegakan amar ma'ruf nahi munkar, mereka ingin selama puasa ini bersih dari gangguan-gangguan," ucapnya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Walau demikian, hiburan malam kadang menjadi tempat penghidupan pelaku industri pariwisata. Selain itu mereka juga memiliki karyawan bergantung kepada usaha yang mereka miliki. Inilah yang menyebabkan mereka tidak bisa menutup usahanya selama Ramadan walau ingin.
Kendati begitu, Tito yakin konflik tersebut dapat dikelola dengan adanya aturan-aturan yang jelas. Sudah ada acuan dalam penertiban hiburan malam di Ibu Kota. Beberapa di antaranya Peraturan Daerah (Perda) No. 19 Tahun 2004 tentang Kepariwisataan dan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 98 Tahun 2004 tentang Waktu Penyelenggaraan Industri Pariwisata di DKI Jakarta.
Ditambah lagi Serta Surat Edaran Nomor 34/SE/2015 tentang Waktu Penyelenggaran Industri Pariwisata pada Bulan Suci Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1436 H juga telah dikeluarkan pemerintah daerah Ibu Kota.
"Potensi itu sebetulnya dapat dikelola. Oleh karena itu harus dikelola, untuk dikelola ini harus diatur dengan aturan. Nah aturan sudah dikeluarkan oleh Pemda DKI melalui Perda pada tahun 2004," bebernya.
"Masalahnya, apakah masyarakat memahami aturan ini? Anggota kepolisian saja saya yakin tidak semua memahaminya," kata Tito.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (SUR)