"Tahun ini kita akan mengalami kemarau basah yang merupakan dampak dari la nina ditambah fenomena alam dipole mode negatif. Ini memang bisa dikatakan sebagai gangguan cuaca," kata Kepala BMKG Andi Eka Sakya dalam keterangan pers Updating Perkembangan Kondisi Cuaca dan Iklim 2016 saat Bulan Ramadhan di
Jakarta, Jumat (3/6/2016).
Dia mengatakan kemarau basah merupakan istilah untuk menyebut musim kemarau disertai hujan yang sering turun tetapi tidak bisa disebut sebagai musim penghujan. Dengan kata lain, terjadi musim kemarau disertai hujan di atas normal.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Intensitas hujan di musim kemarau di bulan Juni diprediksi akan terus meningkat seiring peralihan musim penghujan menuju kemarau yang mulai akan
terjadi pada Juli.
Fenomena awal tersebut, kata dia, terjadi pada Juli-Agustus di sebagian besar wilayah Indonesia seperti Sumatera Utara bagian barat, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa bagian barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Papua.
"Jadi Juni ini akan menjadi masa peralihan menuju kemarau basah. Misalnya bagi masyarakat yang sedang menjalani rangkaian ibadah puasa, seperti tarawih, kemungkinan akan sering bertemu dengan hujan. Silakan diantisipasi," kata dia.
Kemarau basah di sebagian besar wilayah Indonesia, kata dia, banyak dipengaruhi la nina dan dipole mode negatif yang terjadi hampir bersamaan. La nina di Indonesia banyak dipengaruhi oleh fenomena di Samudera Pasifik sementara dipole mide negatif dari Samudera Hindia. Cuaca Indonesia sebagai negara "benua lautan" sangat terpengaruh oleh dua kejadian alam itu.
Kemarau basah sepanjang Juli-Agustus, kata Andi, diprediksi akan meningkatkan potensi terjadinya banjir dan tanah longsor. Sementara komoditas pertanian dan perikanan terdampak, baik positif maupun negatif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (MEL)
