Sekretaris Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marzuki Wahid mengatakan NU dan pesantren tengah menggalang kekuatan untuk memerangi tindak kejahatan itu. Korupsi, kata dia, sebenarnya telah menjadi sasaran gempur ajaran Islam sejak masa Rasulullah Muhammad SAW.
"Sejatinya, seluruh ajaran Islam adalah anti korupsi. Islam mengharamkan risywah (suap/gratifikasi) sariqah (pencurian), ghulûl (penggelapan), gashab (penguasaan illegal), hirâbah (perampokan), khiyânat al-amanah (penyalahgunaan wewenang), dan intihâb(penjarahan)," kata Marzuki Wahid saat dihubungi Metrotvnews.com, Minggu (26/6/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Kesemuanya itu, lanjut dia, bertolak belakang dengan prinsip-prinsip Islam seperti keadilan, kemaslahatan, kesejahteraan, kemakmuran, keterbukaan, dan akuntabilitas. Sayangnya, semangat anti korupsi yang menjadi bagian tak terpisahkan dari ajaran Islam ini tidak banyak diketahui oleh pemeluknya sendiri.
"Akibatnya, tidak sedikit umat Muslim yang terjebak dalam jeratan korupsi. Pencegahan korupsi yang lebih detil belum sepenuhnya menjadi kesadaran umat Islam sehari-hari," kata dia.
Marzuki Wahid melanjutkan, ada beberapa hal yang sedang diikhtiarkan NU dan pesantren dalam memberantas tindak kejahatan korupsi. Pertama, kata dia, dengan menyadarkan bahwa gerakan anti korupsi adalah bagian dari ajaran Islam. Kejahatan korupsi mestinya dimasukkan dalam fiqh jinayah sebagai bagian dari jarimah (tindak pidana dalam Islam). Sehingga hal itu akan secara tegas dihukumi haram secara syariat.
"Kedua, sebagai dukungan terhadap pemberantasan korupsi, kajian Islam harus mendorong konsekuensi hukuman berat terhadap pelaku korupsi, yakni ukuman mati. Selanjutnya, pemberantasan korupsi harus diakui secara bersama sebagai jihad fi sabilillah. Dalam arti jika orang-orang di dalamnya meninggal dunia saat melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi maka statusnya mati syahid," kata Marzuki.
Deputi Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon ini mengatakan aksi pertama yang dilakukan pihaknya saat ini adalah dengan membuat rumusan yang kuat tentang pandangan Islam terhadap tindak kejahatan korupsi. Sedikit gambaran rumusan ini dituangkan melalui buku Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi yang diluncurkan saat menyambut pertengahan Ramadan kemarin.

Halaman muka buku Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi yang diterbitkan Lakpesdam-PBNU, didukung oleh KPK, Jaringan Gusdurian, dan Kemitraan.
"Saya berani mengatakan bahwa buku itu lebih maju daripada UU Tipikor (tindak pidana korupsi), karena di dalamnya telah dimasukkan jenis tindakan baru yang layak dikategorikan sebagai kejahatan korupsi. Seperti konflik kepentingan, pemilikan keuntungan, perdagangan pengaruh, imbal balik, serta korupsi korporasi," ujar dia.
Jauh sebelum rumusan itu dibentuk, kata Marzuki, NU dan pesantren telah ambil bagian dalam upaya pencegahan korupsi di masyarakat. Sebelum UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterbitkan, melalui forum resmi Muktamar NU ke-30 di Pondok Pesantren Lirboyo, Jawa Timur NU telah membahas tentang status uang negara, serta acuan moral untuk menegakkan keadilan dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan KKN.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan pesantren akan terus mendorong pemberantasan korupsi dimulai dari dalam. Hal terpenting dari semua itu adalah dengan memberikan penyadaran anti korupsi kepada santri dan masyarakat, baik melalui pengajian, pendidikan, maupun khutbah keagamaan sehingga terbangun generasi baru anti korupsi dan menjadi teladan bagi kelompok lainnya.
"Paling tidak, meminimalisir mental dan perilaku korup para pejabat maupun masyarakat,” kata Kiai Said di kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, pekan lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (SBH)