Sedianya, pekerjaan rumah bagi pemerintah adalah bagaimana membuat kondisi ini bertahan. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan bakal membahas terkait kebijakan perumusan penetapan hari besar umat muslim. Menurut Lukman, perlu duduk bersama, perlu waktu untuk sama-sama merumuskan kriteria posisi hilal.
"Sehingga posisi hilal seperti apa yang bisa masuk kategori rukyat. Di mana posisi hilal dimungkinkan untuk dilihat, sehingga kita semua punya cara pandang yang sama, guna menghindari perbedaan di kemudian hari," jelas Lukman di Kantor Kementerian Agama, MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (5/6/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Sebelumnya, anggota Observatorium Kementerian Agama Cecep Nurwendara menyebut umat Islam Indonesia diprediksi akan punya waktu yang sama dalam menetapkan Ramadan, Idulfitri, juga Iduladha. Potensi perbedaan akan terjadi pada 2022.
Pada tahun itu, umat muslim diprediksi akan berbeda pula saat hari Iduladha. Sementara pada 2023, perbedaan akan terjadi di Idulfitri dan Iduladha.
Prediksi serupa datang dari Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Thomas Djamaluddin. Dia memperkirakan dalam lima tahun ke depan umat Islam di Indonesia bakal menggelar awal puasa dan Idulfitri secara serentak. Lantaran, dia melihat kriteria yang digunakan dua ormas Islam, Muhammadiyah dan NU juga serupa.
"Hingga lima tahun kedepan sampai 2021, kriteria yang digunakan NU dan Muhammadiyah berpotensi seragam," ujar Thomas.
Sebab itu, Thomas menilai momen tersebut sebagai kesempatan bagi pemerintah untuk menggelar dialog. Tujuannya agar ada satu kriteria bersama penentuan kalender umat Islam di Indonesia.
"Kesempatan hampir tidak ada perbedaan itu diintensifkan dialog untuk nantinya mendapatkan satu kriteria bersama sebagai penentuan kalender selanjutnya," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (OGI)
