"Tahun lalu itu ditemukan 12 persen, tetapi saat ini sekitar 9,8 persen. Tapi ini masih berjalan," ujar Roy di Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta Pusat, Selasa (7/7/2015).
Panganan berbuka puasa tersebut mengandung pewarna tekstil, formalin, pemanis buatan, boraks dan lainnya. Menurut dia, penyalahgunaan produk-produk berbahaya untuk panganan takjil tersebut mengalami fluktuasi yang cukup tajam setiap harinya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Kecenderungan (penyalahgunaan produk berbahaya dalam takjil) fluktuasi, hari-hari pertama (puasa) tinggi. Setelah itu turun karena ada tekanan-tekanan dari media," ungkapnya.
Penemuan bahan-bahan berbahaya dalam takjil tersebut bisa lebih besar jika dilakukan pengawasan di daerah-daerah. .
"Kecenderunganya di kota kecil bebas, kota besar marak," pungkas Roy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (SAW)