Haji Muhammad Rasyidi selaku takmir masjid ini mengisahkan bagaimana Masjid Darussalam berdiri. “Masyarakat Banjar sebenarnya telah datang ke Pulau Jawa sejak tahun 1900-an. Di Solo mereka bermukim di sekitar Kampung Jayengan. Menyatu dengan penduduk asli,” jelasnya, ditemui Metrotvnews.com, Kamis (18/6/2015).
Masjid Darussalam tempo dulu tak seperti bangunan sekarang. Rasyidi berkisah dahulu ketika masih menjadi langgar, bangunannya hanya berupa anyaman bambu. “Hingga 1965, atas saran Haji Anang Syaroni berdirilah masjid Darussalam dengan bangunan yang mulai diperbaiki di sana-sini,” ujarnya
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Pembangunan Masjid Darussalam ini tak lepas dari peran para perantau asal Banjar yang kebanyakan berprofesi sebagai pedagang emas dan berlian. "Banyak yang telah sukses sehingga semuanya bersatu padu membangun sebuah masjid di kwasan Jayengan ini,” tambah Rasyidi.
Hingga saat ini, sekitar 4.000 penduduk keturunan Banjar masih bermukim di sekitar Kampung Jayengan, Solo. Bahkan, budaya Banjar masih bertahan di Masjid Darussalam.
Setiap puasa tiba, penduduk keturunan Banjar memasak bubur Samin khas Banjar untuk dibagikan kepada masyarakat. Ada pula budaya lain seperti tasmiyahan dan pernikahan pengantin dengan adat Banjar yang masih dipertahankan hingga kini.
"Di masjid ini pun masih sering digelar maulud habsyi dan sholawat burdha setiap Ahad malam dan haul Datuk Kalampeyan Banjar atau Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Tradisi-tradisi tersebut akan tetap kita pertahankan,” pungkas Rasyidi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (UWA)