Jakarta: Popularitas Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dinilai dapat mendongkrak elektabilitas pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Asyik) dalam Pilkada Jawa Barat 2018. Bahkan, pengaruh Prabowo dinilai masih kuat untuk menarik dukungan kepada pasangan Asyik.
"Berdasarkan hasil survei SPIN, elektabilitas Prabowo (37,1%) masih unggul atas Jokowi (30,5%) di Jawa Barat. Keunggulan Prabowo ini sudah tercermin dalam kemenangannya di Provinsi Jabar sebagai ladang suara saat Pilpres 2014," kata Direktur Survei dan Polling Indonesia (SPIN), Igor Dirgantara dalam keterangannya, Jumat, 22 Juni 2018.
Kinerja Aher, sapaan Ahmad Heryawan, yang sukses memimpin Jabar selama dua periode dinilai menjadi nilai plus buat pasangan Asyik. Apalagi, kata Igor, Aher juga selalu diprediksi kalah di Pilgub 2008 dan 2013 oleh semua lembaga survei. Nyatanya, Aher bisa memimpin Jabar dua periode.
"Namun faktanya justru menang, karena adanya
silent voters, yaitu pemilih diam yang sebenarnya sudah menetapkan pilihan, tetapi tidak dinyatakan secara terbuka," jelas dia.
Menurut dia, doktrin memilih pemimpin sebagai ibadah di PKS, ditambah efektivitas mesin parpol Gerindra, PKS dan PAN bisa menyapu bersih
undecided voters dan
swing voters pada hari H pencoblosan.
"Demonstration effect kemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang juga diusung Gerindra-PKS-PAN di Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu bertendensi diikuti warga Jabar, terutama di daerah yang berdekatan dengan Jakarta, seperti Depok, Bekasi, dan Bogor," terang dia.
Di sisi lain, pasangan Asyik juga dinilai berani mentautkan kemenangannya di Jawa Barat dengan kemenangan Prabowo Subianto di Pilpres2019, melalui jargon "2018 Asyik Menang, 2019 Ganti Presiden". Bahkan, pasangan Asyik membentangkan kaus ganti presiden saat acara debat Pilkada Jabar.
"Sedangkan paslon lainnya terbagi dan diusung oleh parpol pendukung pemerintah yang ingin mempertahankan status
quo penguasa sekarang ini," terang dia.
Igor mengatakan kontroversi pelantikan Komjen Iriawan sebagai Pj Gubernur Jabar akan menimbulkan polemik dan kecurigaan publik, terkait netralitas dalam pilkada. Menurut dia, bisa jadi hal tersebut wujud kepanikan penguasa karena pasangan Asyik tidak mendukung Presiden Joko Widodo dua periode.
Sehingga pelantikan Irawan tetap dilakukan, meskipun diduga melanggar aturan dan menciptakan kegaduhan.
"Hal ini tentu bisa menjadi amunisi penguasa untuk pemenangan paslon tertentu. Namun sebaliknya, mungkin saja malah kontradiktif, bahkan blunder. Karena prilaku aparat lebih mudah ditebak daripada prilaku pemilih," kata dia.
Faktor
nyunda,
nyakolah, dan
nyantri adalah poin penting untuk warga Jabar memilih pemimpinnya. Menurut dia, ada sublimasi ketiga faktor itu di diri Sudrajat sebagai orang asli Sumedang, berlatar belakang militer dengan pendidikan sangat baik.
"Begitu juga dengan Syaikhu yang berasal dari Cirebon adalah seorang ustaz dan birokrat berwawasan luas," ungkap Igor.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((AZF))