medcom.id, Jakarta: Debat pasangan calon (paslon) gubernur DKI Jakarta diyakini berpengaruh terhadap elektabilitas paslon. Namun jumlahnya tak signifikan.
"Tujuan KPUD untuk memperdalam substansi debat tidak tercapai. Setelah dijawab oleh paslon, tidak ada pendalaman. Moderator membiarkan saja, seharusnya dikejar lebih jauh. Jadi sulit untuk menentukan pemenang dalam debat kemarin," ujar Pakar komunikasi politik Effendi Gazali saat dihubungi
Media Indonesia di Jakarta, Sabtu (28/1/2017).
Ahok dianggap mampu mengungguli pesaingnya dalam sejumlah hal. Yaitu disektor penguasaan masalah, pemaparan program dan kemampuan mencuri momentum.
Baca: Heboh saat Ahok-Djarot Memisahkan Sylvi dengan Anies
Publik dianggap terkesima ketika Ahok 'melerai' Anies-Sylvi lewat 'tariannya'. "Siapa yang membayang kan seorang Ahok menari-nari seperti itu. Ditambah lagi komentar Djarot yang bilang 'kok ini dua-duanya jadi nyerang kita'. Di situ, pasangan Ahok-Djarot mencuri momentum," jelasnya.
Debat tersebut juga menunjukkan keahlian Anies dalam menyerang petahana. Hal itu terlihat ketika Anies menampilkan karton data terkait kinerja Pemprov. "Di sini Anies menunjukkan gaya menyerang yang baik," cetusnya.
Pendukung calon gubernur DKI nomor urut 1 Agus Harimurti Yudhoyono diprediksi tidak akan ditinggalkan pendukungnya. Meskipun performa dalam debat tak gemilang.
"Mereka tidak akan merasa paslonnya kalah, karena mereka menjawab pertanyaan dan juga menyerang. Ini karena penajaman moderator juga kurang terhadap substansi. Alhasil, dari sisi elektabilitas, pengaruhnya tidak signifikan," tandasnya.
Sementara itu, pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai pasangan Ahok-Djarot unggul dalam debat Pilgub DKI Jakarta kedua. Selain tampak menguasai panggung debat, Ahok-Djarot mampu mementahkan serangan-serangan para penantangnya. "Semakin diserang, justru terlihat semakin mampu mematahkan," terang Pangi.
Misalnya, lanjut Pangi, terkait penggusuran atau birokrasi yang dianggap nakut-nakutin. Ahok bisa menjawab dan menjelaskan dengan baik, bagaimana relokasi dilakukan demi kepentingan publik. "Dan bagaimana dia membangun sistem merit di birokrasi. Yang beprestasi yang diapresiasi," ujarnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((YDH))