Jakarta: Komisi Pemilihan Umum (
KPU) disarankan menghormati putusan
Mahkamah Agung (MA) terkait syarat calon kepala daerah. Namun, implementasinya untuk penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2029.
"Pemberlakuannya tidak bisa dilakukan pada
Pilkada 2024," kata pakar hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini kepada
Media Indonesia, Selasa, 4 Juni 2024.
Titi menyampaikan pertimbangan putusan MA tak bisa diterapkan pada
Pilkada 2024. Salah satunya, tahapan kontestasi pemilu di daerah sudah berjalan.
"Mengingat tahapan pencalonan yang sudah berproses," ungkap dia
Ia mengingatkan Pasal 28I Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan suatu norma tidak boleh diberlakukan surut atau nonretroaktif. Pengimplementasian Putusan MA pada
Pilkada 2024 dinilai mencederai rasa keadilan dan kepastian hukum.
"Ketika tahapan pencalonan sudah dimulai melalui jalur perseorangan yang merujuk kepada aturan yang lama (PKPU Nomor 9/2020), maka ketentuan yang terbaru sebagai ekses Putusan MA menjadi tidak relevan untuk diberlakukan," ujar dia.
Selain itu, Titi menyampaikan kalau KPU pernah mengabaikan putusan MA. Putusan yang dimaksud yaitu penghitungan pecahan desimal ke bawah angka kurang dari lima di belakang nol dari hasil pembagian jumlah kursi dapil dengan kuota minimal 30 persen keterwakilan perempuan calon anggota legislatif.
"KPU sampai hari ini tidak menindaklanjutinya melalui perubahan Peraturan KPU, tidak pernah ada penyelarasan daftar caleg dengan isi Putusan MA," ujar dia.
Sebelumnya, MA memerintahkan KPU untuk mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9/2020 yang mengatur batas syarat usia minimum calon kepala daerah, yakni 30 tahun bagi calon gubernur-wakil gubernur dan 25 tahun bagi calon bupati-wakil bupati serta calon wali kota-wakil wali kota sejak ditetapkan menjadi pasangan calon.
Lewat Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024, MA mengubah tafsir batas syarat usia minimum kepala daerah itu menjadi sejak dilantik menjadi pasangan calon terpilih.
Saat dikonfirmasi, anggota KPU RI Idham Holik mengatakan pihaknya masih akan berkomunikasi dengan DPR dan pemerintah selaku pembentuk undang-undang dalam rangka menyampaikan Putusan MA tersebut. KPU sendiri masih melakukan kajian atas petikan Putusan MA itu.
"Sambil menunggu dokumen atau hard copy petikan Putusan MA tersebut diterima oleh Ketua KPU RI, sebab dalam judicial review tersebut, pihak termohonnya adalah Ketua KPU RI," pungkas Idham.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ABK))