medcom.id, Jakarta: Partai NasDem berharap Mahkamah Konstitusi (MK) konsisten dengan aturan mengenai syarat selisih pengajuan sengketa menurut undang-undang. Syarat itu masih relevan karena sudah dipertimbangkan pembuat UU sesuai konstruksi pelaksanaan Pilkada serentak. Terlebih, MK sudah membuat peraturan mengenai syarat yang menjadi pedoman peserta Pilkada untuk memutuskan apakah akan mengajukan sengketa atau tidak.
Pasal 158 ayat (2) UU No 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Pilkada memberikan syarat selisih yang ketat antara perolehan suara terbanyak dengan pemohon. Selisih perolehan suara antara pemohon dengan suara terbanyak berkisar 2 persen, 1,5 persen, 1 persen, atau 0,5 persen dihitung berdasarkan level jumlah penduduk.
Menurut Ketua Badan Advokasi Hukum Partai NasDem Taufik Basari, ketentuan syarat selisih tersebut sudah dibuat dengan pertimbangan bahwa masing-masing permasalahan Pilkada telah disediakan mekanisme penyelesaiannya.
Untuk sengketa pemilihan di luar hasil ada mekanisme melalui sengketa Tata Usaha Negara melalui Panwas/Bawaslu, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, hingga ke Mahkamah Agung. Untuk pidana pemilu sudah disediakan mekanisme melalui Panwas/Bawaslu berlanjut ke Sentra Gakkumdu dan berujung ke pengadilan umum.
"Persoalan etik, diserahkan ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu). Untuk sengketa hasil menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk sementara sampai ada pengadilan khusus pemilu," kata Taufik Basari dalam keterangan tertulis, Rabu (6/1/2016).
Dengan konstruksi pelaksanaan Pilkada seperti itu, tambah Taufik, maka setiap pelanggaran yang terjadi harus diselesaikan secara lokal dan seketika. Hal inilah yang harusnya dimanfaatkan peserta Pilkada.
Bila syarat undang-undang dikesampingkan, kata dia, MK tidak konsisten dan tidak fair. Banyak pihak yang tidak jadi mengajukan sengketa ke MK karena berpedoman kepada syarat tersebut. Di samping itu, MK akan kebanjiran perkara dan berakibat pada tidak mendalamnya pemeriksaan dan pembuktian tiap-tiap perkara.
“MK harus punya waktu yang cukup untuk mendalami saksi dan bukti jika kita ingin mendapatkan putusan yang berkualitas. Karena itu, perkara yang masuk harus diseleksi sesuai syarat persentase menurut UU,” tegas Taufik Basari.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((MBM))