Jakarta: Media massa diingatkan berhati-hati dalam memuat pemberitaan mengenai calon kepala daerah pada
Pilkada 2020. Pemberitaan yang dimuat di media cetak maupun elektronik harus berimbang.
"Kalau memberikan hati-hati informasi yang sifatnya partisan bisa dipersoalkan," kata anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Koordinator Divisi Pengawasan dan Sosialisasi Mochammad Afifuddin dalam diskusi bertajuk "
Pers, Bawaslu, dan Pilkada" yang digelar secara daring, Rabu, 4 November 2020.
Afifuddin mencontohkan Bawaslu pernah menangani pengaduan dugaan pelanggaran mengenai berita yang dianggap menguntungkan salah satu calon di Grobogan, Jawa Tengah. Laporan tersebut telah ditindaklanjuti Dewan Pers.
"Ada semacam pemberitaan tapi iklan, di Grobogan, akhirnya Dewan Pers memberikan rekomendasi teman-teman minta maaf," tutur Afifuddin.
Penyelesaiaan dugaan pelanggaran yang dilakukan media cetak dan daring diserahkan ke Dewan Pers. Sedangkan, media televisi menjadi ranah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Afifuddin mengatakan kampanye di media massa diperbolehkan tetapi dengan waktu yang sudah ditentukan, yakni 22 November 2020-5 Desember 2020. Saat ini, pasangan calon kepala daerah belum diperbolehkan memasang iklan di media massa atau pun daring.
Dia mengingatkan peran pers penting dalam pengawasan pemilu. Antara lain, sebagai sumber informasi, kontrol sosial, dan upaya melawan ujaran kebencian ataupun hoaks yang marak terjadi selama pilkada atau pemilu.
"Ini menjadi tantangan luar biasa, ujaran kebencian dan hoaks kelihatannya dipakai sebagai mekanisme mendulang suara dan membelah dukungan sejak pilkada DKI yang paling terasa dan lanjut ke pemilu 2019," paparnya.
Baca: Dewan Pers Lepas Tangan Terhadap Media Massa Bandel
Menurut dia, pers juga menjadi penentu kualitas pilkada. Terutama, dalam hal pendidikan pemilih, mengawal setiap tahapan dan proses, mengungkap pelanggaran, dan jurnalisme damai.
Sementara itu, anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Didik Supriyanto mengatakan peran pers sangat penting dalam menyosialisasi protokol kesehatan pencegahan covid-19 selama pilkada. Dia mencontohkan saat masa pendaftaran pasangan calon yang berlangsung pada 4-6 September 2020, terjadi arak-arakan massa yang mengantar bakal pasangan calon ke kantor KPU daerah.
Dia menilai hal tersebut menjadi pemberitaan yang menyedot perhatian publik karena kerumunan massa dapat memperbesar risiko penularan virus korona. Menurut dia, saat itu penyelenggara pemilu dan pemerintah kaget dengan hal tersebut. Apabila tidak diatasi, klaster kasus positif dari pilkada akan muncul.
"Kekhawatiran itu tidak lepas dari pemberitaan media. Maka itu jadi berita besar. Lalu penyelenggara pemilu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan DPR langsung berkoordinasi. Ketika tahapan pengundian nomor urut calon kepala daerah, pengerahan massa bisa ditekan," terang Didik.
Pers diharapkan senantias mengingatkan para pasangan calon, tim kampanye, dan partai politik, bahwa selama kampanye tidak perlu melibatkan kerumunan massa. Tujuannya membangun kesadaran bersama bahwa pertemuan dan kampanye bisa dilakukan secara virtual.
"Pers mempunyai fungsi kontrol, media harus lebih kritis terhadap pelanggaran yang terjadi," ujarnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((AZF))