Jakarta: Penerapan rekapitulasi elektronik (e-Rekap) atau sistem rekapitulasi suara elektronik (Sirekap) dalam pelaksanaan
Pilkada Serentak 2020 memerlukan regulasi kuat. Hasil penghitungan suara melalui e-Rekap berpotensi menimbulkan sengketa pilkada tanpa regulasi kuat.
"Jangan sampai semangat kita dalam membuat sistem yang lebih transparan, praktis, tapi regulasinya belum mengatur sehingga menjadi bahan perdebatan," kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai NasDem Aminurokhman saat dihubungi di Jakarta, Minggu, 8 November 2020.
Aminurokhman menuturkan selama ada regulasi yang mengatur dan tidak berpotensi menjadi sesuatu yang diperdebatkan, maka penggunaan e-Rekap hal yang positif. Terlebih penghitungan suara merupakan tahapan krusial dalam pelaksanaan pilkada.
"Jangan sampai regulasi ini dilihat dari sisi substanstif belum mengatur tapi kita udah ambil langkah itu," tutur dia.
(Baca:
Risiko Kegagalan Sirekap Dinilai Cukup Besar)
Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana melakukan uji publik penerapan e-Rekap. Aminurokhman mengingatkan uji publik harus betul-betul diikuti seluruh stakeholder peserta pilkada serentak termasuk partai politik.
"Selama itu menjadi bagian yang bisa memberikan informasi cepat kepada para pihak yang berkepentingan, maka partai politik punya dukungan. kita ingin
KPU dalam menjalankan tugasnya memberikan sesuatu yang terbaik," tutur dia.
Aminurokhman menuturkan KPU bisa segera menyiapkan regulasi yang mendukung penerapan e-Rekap bila hasil uji publik memberikan gambaran positif. Hal ini penting agar tidak terjadi kontroversi apabila e-Rekap digunakan sebagai acuan penepatan hasil akhir penghitungan suara.
"Jika tidak bertentangan dengan UU tentu komisi II akan dukung," tutur dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((REN))