“Misalnya digunakan pada pengukuran sayap lebah. Setiap spesies lebah memiliki venasi sayap dengan percabangan yang unik. Venasi ini dikendalikan 99 persen oleh genetik, sehingga dapat menjadi teropong keragaman genetik tanpa harus melakukan uji genetik,” papar Berry dalam keterangan tertulis, Jumat, 24 Februari 2023.
Berry mengatakan morfometrik geometris menggunakan data koordinat kartesian dan disimpan layaknya data sekuens Deoxyribose Nucleic Acid (DNA). Landmark atau titik penting pada objek yang diukur menjadi penciri khusus saat identifikasi.
Dia menjelaskan dalam mengelola biodiversitas contohnya pada lebah, metode ini sudah mulai digunakan. Peternak lebah Indonesia berkeinginan memproduksi madu dengan kualitas lebih baik.
Akhirnya, peternak lebah mengimpor spesies madu Africanized honey bee untuk dibudidayakan di Indonesia. Namun, lebah madu ini cenderung invasif dan dapat mengancam keberlangsungan spesies hewan lainnya di Indonesia.
Berry menjelaskan petugas karantina Indonesia biasanya melakukan inspeksi dengan mengambil sampel DNA lebah invasif untuk dianalisis secara molekuler. Namun, tentu saja memerlukan waktu lama dan biaya cukup mahal untuk menguji setiap sampel.
“Pendekatan morfometrik ini dapat mengidentifikasi lebah Africanized honey bee dan membantu petugas karantina dan peternak lebah yang tidak memiliki akses untuk melakukan uji molekular dengan lebih mudah dan murah,” papar dosen IPB University dari Departemen Biologi FMIPA ini.
Dia juga mengatakan metode morfometrik dapat menentukan kekerabatan spesies lebah madu dan memisahkan lebah invasif tersebut. Caranya, mengidentifikasi titik pembeda pada venasi sayap lebah melalui citra.
“Citra ini diperoleh dengan menggunakan scanner atau aplikasi morfometrik di handphone. Hasilnya juga dapat diperoleh dalam hitungan detik,” ungkap dia.
Penelitian ini dia tuangkan dalam buku bersama dengan berbagai narasumber dan ilmuwan muda Indonesia dengan judul “Science untuk Diversitas Indonesia”. Buku ditulis dan diterbitkan untuk menyambut 150 tahun publikasi Alfred Wallace, naturalis yang bekerja di Indonesia. Sekaligus, menyambut 100 Tahun Kemerdekaan Indonesia di 2045.
“Biodiversitas merupakan kekuatan kompetitif Indonesia dibanding negara-negara lain. Saya rasa itu sudah disadari namun bagaimana kita mengapitalisasi kekuatan biodiversitas Indonesia,” kata dia.
Dalam bukunya, ia mengupas lima isu strategis terkait pemanfaatan dan pengelolaan biodiversitas Indonesia. Salah satunya, penggunaan big data dan ilmu bioinformatika.
“Secara khusus, ada tiga hal dalam sains dan teknologi yang bisa kita kembangkan untuk pemanfaatan biodiversitas secara optimal, yakni penggunaan big data, pelibatan dan edukasi masyarakat (citizen science), dan mendokumentasi spesimen dari biodiversitas Indonesia sebelum mereka punah,” ujar dia.
Berry mengatakan pemanfaatan big data mencakup pengoleksian data besar, data modeling yang terintegrasi, serta penggunaan kecerdasan buatan. Bioinformatika berperan besar dalam pengumpulan big data biodiversitas Indonesia.
Baca juga: Respons Perubahan Iklim, IPB dan University of Waterloo Luncurkan FINCAPES |
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News