“SDGs tinggal tujuh tahun lagi, agak berat mitigasinya. Dan apa yang bisa dilakukan dalam tujuh tahun?” kata Arief dikutip dari laman unpad.ac.id, Kamis, 19 Oktober 2023.
Hal itu terungkap dalam penelitian kolaboratif pakar SDGs Universitas Padjadjaran, King’s College London, dan United Nations University World Institute for Development Economics Research (UNU WIDER). Penelitian oleh pakar dari SDGs Center Unpad, yaitu Prof. Arief Anshory Yusuf, PhD, Prof. Dr. Zuzy Anna, Ahmad Komarulzaman, PhD, dan pakar dari King’s College London Prof. Andy Summer berhasil menerbitkan karya ilmiah berjudul “Will economic growth be sufficient to end global poverty? New projections of the UN Sustainable Development Goals”.
Salah satu sasaran dalam SDGs adalah pengentasan rakyat dari kemiskinan dan kelaparan (agenda SDGs 1 dan SDGs 2). Dua sasaran ini dinilai belum tercapai dengan optimal di beberapa negara, terutama negara berkembang.
Pada penelitian tersebut, tim memproyeksikan pada 2030 mendatang–batas waktu SDGs–lebih dari 600 juta orang akan tetap berada dalam kemiskinan ekstrem dan 665 juta orang mengalami kekurangan gizi.
Selain itu, laporan juga mengungkap akan ada peningkatan jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem di wilayah Afrika Sub-Sahara (SSA) dan negara-negara berpendapatan rendah (LICs).
Namun, sebagian besar orang yang kekurangan gizi di dunia akan berada di negara-negara berpendapatan menengah (MICs). Selanjutnya, satu dari 10 penduduk negara berkembang masih kekurangan akses terhadap air bersih. Angka ini akan menjadi satu dari tiga di SSA dan LICs.
Data lain mengungkap satu dari lima orang di negara-negara berkembang masih kekurangan sanitasi dasar dan dua hingga tiga orang di SSA dan LICs kekurangan akses terhadap sanitasi dasar.
Arief menjelaskan ada banyak faktor penyebab kemiskinan masih menghantui pencapaian SDGs. Salah satunya, ketidakpastian kondisi ekonomi global akibat pandemi covid-19 hingga perang Rusia-Ukraina. Ketidakpastian ini membuat pertumbuhan ekonomi jatuh.
“Pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk pendanaan pengentasan kemiskinan,” ujar dia.
Situasi yang tidak pasti juga menyebabkan krisis global. Dampak dari krisis tersebut adalah meningkatkan ketimpangan. Kelompok miskin akan terdampak lebih parah. Selain itu, krisis ini juga menyebabkan harga pangan melonjak hingga peningkatan malnutrisi.
“Kondisi ini terjadi di mana-mana, di seluruh dunia, juga di Indonesia dan Jawa Barat,” tutur dia.
Akibat dari situasi ketidakpastian ini, banyak negara miskin dan berkembang masuk ke perangkap debt trap. Beberapa negara telah mengalami kebangkrutan. Kondisi ini menjadi alasan upaya pencapaian pengentasan kemiskinan sulit dilakukan dalam tujuh tahun ke depan.
Upaya redistributif
Meski sulit, masih ada asa untuk mengentaskan kemiskinan global. Tim berpendapat perlu ada tindakan redistributif.Kebijakan publik yang dilakukan seyogianya berfokus pada dua bidang. Pertama, fokus kuat pada pertumbuhan inklusif dan produktif.
Arief mengatakan pertumbuhan inklusif merupakan pertumbuhan yang dibarengi dengan pengurangan ketimpangan pendapatan. Berdasarkan semangat inklusivitas, redistribusi dilakukan melalui kebijakan yang membangun kapasitas produktif, memperkenalkan atau memperluas transfer pendapatan, dan memastikan investasi publik yang memadai di bidang kesehatan, air, dan kebersihan.
Kedua, pendanaan internasional baru perlu disediakan melalui keringanan utang atau bentuk pembiayaan lainnya, khususnya bagi negara-negara Selatan. Tujuannya, meningkatkan ruang fiskal negara-negara Selatan.
Hal ini juga mendukung fokus kuat untuk pencapaian sasaran pencapaian layak dan pertumbuhan ekonomi (SDGs 8). Arief menyebut komunitas internasional perlu lebih mempertimbangkan pendapatan negara-negara berkembang. Hal ini penting untuk memperluas kapasitas mereka dalam menerapkan kebijakan pengentasan kemiskinan yang efektif.
Baca juga: Kaji Kemiskinan Ekstrem, Dosen Unila Raih Doktor di UGM |
Kuliah di kampus favorit dengan beasiswa full kini bukan lagi mimpi, karena ada 426 Beasiswa Full dari 21 Kampus yang tersebar di berbagai kota Indonesia. Info lebih lanjut klik, osc.medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News