"Sebenarnya ini tidak tergolong baru namun ini menjadi ancaman yang nyata ketika kita masuk ke negara-negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan," kata Defriman saat dihubungi di Jakarta, Senin, 1 Februari 2021.
Ia mengatakan virus Nipah memiliki kemiripan dengan virus corona atau covid-19. Antara lain, pola penyebarannya yang dibawa oleh kelawar atau dengan kata lain tergolong zoonosis.
Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Provinsi Sumatra Barat tersebut mengatakan virus Nipah menyebabkan dua target, yakni neurologis serta pernapasan. Hal itu bisa menyebabkan kematian pada korban.
"Neurologis ini diagnosisnya tidak bisa cepat dan butuh penelitian dalam karena kasus yang dilaporkan tidak terlalu banyak," kata Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unand tersebut.
Baca: FTUI Kembangkan Alat Purifikasi Udara Penghilang Virus
Menurut dia, salah satu kekhawatiran para ahli kesehatan termasuk epidemiolog, ialah virus Nipah menjadi pandemi selanjutnya. Artinya, terjadi penularan dari orang ke orang secara langsung.
"Ini yang perlu diantisipasi, sebab jangan sampai kejadian virus corona yang awalnya hanya melalui penularan dari hewan ke manusia kemudian berkembang penularan dari manusia ke manusia," ujarnya.
Defriman meminta pemerintah bergerak cepat mengantisipasi bahaya virus Nipah. Dikhawatirkan pula sudah ada yang terinfeksi namun belum terdeteksi.
"Apalagi selama ini juga tetap melalui tes Polymerase Chain Reaction (PCR)," ujar dia.
Virus Nipah masuk daftar kesepuluh dari 16 penyakit menular yang diidentifikasi organisasi kesehatan dunia (WHO) sebagai risiko kesehatan terbesar masyarakat, bersama dengan Mers dan Sars, penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus corona. Nipah disebut memiliki tingkat kematian yang jauh lebih tinggi daripada covid-19, tetapi tidak terlalu menular.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News