Ilustrasi Sirene. Foto: Pixabay
Ilustrasi Sirene. Foto: Pixabay

Desakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' Tak Sekadar Candaan Warganet, Tapi Simbol Perlawanan Publik

Citra Larasati • 25 September 2025 14:01
Jakarta:  Desakan untuk “Stop Tot Tot Wuk Wuk” kini tak lagi sekadar kelakar warganet. Lebih dari itu, ini justru mengarah pada simbol perlawanan publik terhadap penggunaan sirene dan strobo kendaraan pejabat. 
 
Sosiolog IPB University, Dr Ivanovich Agusta menilai fenomena ini berpotensi mengarah pada civil disobedience atau pembangkangan sipil.  Menurutnya, penolakan publik ini merupakan bagian dari perkembangan norma sosial.
 
“Norma sosial bukanlah aturan yang statis, ia dibentuk dalam proses dan dipertahankan lewat sanksi sosial berupa teguran, cemoohan, pengucilan, hingga aksi massa,” ungkapnya.

Menurut dosen Fakultas Ekologi Manusia IPB University tersebut, masyarakat kini tengah memproduksi sanksi sosial yang lebih keras dibandingkan otoritas negara.  Ivanovich berpandangan, penolakan publik terhadap strobo dan sirene dipicu oleh berbagai faktor, di antaranya diabaikannya landasan hukum, akumulasi kejengkelan masyarakat, hingga semangat sipil yang menguat setelah demonstrasi massal akhir Agustus 2025.
 
Media sosial memperbesar gaungnya lewat tagline “Stop Tot Tot Wuk Wuk” yang viral. Bagi masyarakat, penggunaan strobo dan sirene oleh pejabat kerap dipandang sebagai bentuk penyalahgunaan, meskipun dalam beberapa kasus legal secara hukum.
 
Baca juga:  Remaja Lebih Nyaman Curhat ke AI? Hati-Hati Ini Risikonya

Persepsi negatif ini tumbuh dari kesenjangan antara aturan formal dan praktik di lapangan, diperparah oleh kesan arogansi serta ketidakadilan. Bentuk penyalahgunaan yang sering ditemui antara lain penggunaan untuk aktivitas nondarurat, pemakaian yang terlalu sering, cara berkendara agresif dan intimidatif, membahayakan pengguna jalan lain, serta menegaskan privilese elite.
 
Minimnya penegakan hukum membuat pelanggaran berulang dan semakin mengikis kepercayaan publik terhadap sistem darurat. “Yang kini membahayakan, respons publik saat mendengar sirene menjadi skeptis,” ucap Ivanovich.
 
Dijelaskannya, penggunaan sirene dan strobo yang tidak tepat telah berdampak pada turunnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem darurat. Selain itu, muncul resistensi terhadap instruksi petugas, hingga meningkatnya ketegangan horizontal di jalan raya. Situasi inilah, sebut Ivanovich, yang akhirnya berpotensi membentuk civil disobedience atau pembangkangan sipil.
 
“Pengguna jalan yang selama ini terjebak macet kini menguatkan solidaritas publik dan kesadaran kolektif, hingga akhirnya membentuk norma baru kesetaraan posisi di jalan raya. Di pihak lain, elite pun mulai menahan diri, setidaknya dalam beberapa minggu ke depan,” jelasnya.
 
Baca juga:  Agak Lain! Ada Beasiswa S1-S3 di President University Jalur Roblox, Ini Syaratnya

Ivanovich menilai, penolakan publik ini ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, lahir mekanisme kontrol sosial yang efektif untuk mendorong akuntabilitas dan kesetaraan. Namun di sisi lain, ada risiko mengganggu tatanan sosial dan membahayakan keselamatan publik jika tidak disertai solusi kebijakan yang jelas.
 
“Sirene dan strobo harus digunakan terbatas sesuai undang-undang. Tanpa itu, resistensi publik akan terus menguat,” pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan