“RADAR-IPB 1.0 menggunakan alat ukur lapang proksimal dan UAV Multispektral (Drone Multisensor) untuk memahami pola spektral tanaman padi dengan kondisi kering, basah, dan normal dengan varietas padi IR 64 dan Ciherang,” ujar Prof Baba Barus dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id, Selasa, 1 Oktober 2024.
Upaya menjaga ketersediaan pangan telah dilakukan dengan berbagai cara di antaranya penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), subsidi, dan asuransi. Subsidi pemerintah dilakukan untuk perbaikan irigasi untuk penyediaan alat pertanian, pupuk kimia dan organik, bibit, dan lainnya.
Skema asuransi pertanian diberikan kepada petani untuk tetap memproduksi bahan pangan padi saat terjadi kerusakan. Skema asuransi pertanian diberikan melalui penilaian kerusakan masih secara manual (konvensional).
Skala kerusakan dinilai berdasarkan areal petak, sampel diukur pada diagonal hamparan dari petak pengamatan tetap, model patroli atau keliling dengan lampu perangkap. Pendekatan semacam ini masih subjektif berdasarkan kemampuan petugas lapangan yang bisa berbeda interpretasi.
Selain itu, waktu yang diperlukan lama, jumlah yang bekerja dengan alokasi waktu pengamatan dalam skala luas membutuhkan biaya yang mahal, dan akurasi hasil penentuan skala kekeringan yang juga masih bias.
Prof Baba Barus menyebut RADAR-IPB: Rice Assessment and Damage Alert Response by IPB 1.0 menilai kerusakan padi mengikuti metode penilaian resmi dan dilakukan sejak tanam hingga panen (9 kali) dan bersamaan dengan pengambilan data drone.
Dari pengamatan nilai spektral pengukuran sampel lapangan, dihasilkan spektral tanaman yang berubah cepat sesuai kondisi lingkungan, dan secara umum tanaman tertentu lebih sensitif kerusakan karena bakteri hawar daun. Ia menuturkan kejadian kerusakan mulai terjadi pada fase vegetatif umur 35-40 hari dan terjadi perubahan nyata pada fase generatif fase 60 hari dan juga 75 hari, setelah itu kerusakan konstan naik.
Dari data ini, untuk mencegah kerusakan pada fase akhir perlu dilakukan tindakan dini kerusakan di bawah 20 persen pada fase tertentu, yang terletak pada umur sekitar 75 hari. Untuk memantapkan pencegahan kerusakan lebih dini, disarankan deteksi dini pada fase umur sebelum 60 hari, di mana kerusakan sekitar 15 persen.
Informasi Proximal Sensing selanjutnya dipakai untuk pemilihan drone yang hasilnya dijadikan peta kerusakan. Peta kerusakan dibuat dengan metode klasifikasi terbimbing (Maximum Likelihood Classification/MLC) dengan pertimbangan akurasi yang baik, mudah dilakukan, dan banyak di perangkat lunak.
Pemetaan yang lain juga dilakukan seperti berbasis indeks vegetasi atau variasi yang lain, tetapi hasilnya tidak lebih baik dari pemetaan MLC. Peta kerusakan dibuat dalam beberapa pengukuran untuk melihat potensi kecepatan perubahan area kerusakan.
“Di kajian ini dibuat pemetaan kerusakan pada 60 hari setelah tanam (HST) dan 75 HST. Terdapat perubahan nyata dalam waktu 15 hari di mana daerah rusak meningkat melebihi 200 persen. Daerah padi yang rusak kelas rendah (6-12 persen) meningkat sangat besar. Kejadian kerusakan pada fase generatif ini idealnya dicegah pada fase vegetatif,” papar dia.
Model ini juga menghasilkan informasi penyebaran kerusakan lebih dini, yang dapat dipakai untuk melihat kecenderungan penyebaran kerusakan yang ternyata spesifik mengikuti lingkungan dan varietas.
“RADAR-IPB versi 1.0 sudah menghasilkan model deteksi ini melalui prediksi dini kerusakan dari pola spektral dan penentuan peta kerusakan dini temporal, yang menunjukan keperluan berbagai parameter dan proses untuk mencegah kerusakan padi di fase akhir,” papar dia.
Metode baru penilaian kerusakan padi ini merupakan bagian dari kegiatan konsorsium riset dari tim Chiba University bersama tim IPB University (termasuk Universitas Udayana, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Kabupaten Badung). Riset ini banyak menggunakan data penginderaan jauh multisensor (citra satelit optik, dan SAR, serta UAV drone) dan geospasial.
Melalui konsorsium riset dengan pendanaan Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development-Satreps, metode tersebut telah membantu penilaian asuransi pertanian dan sudah dilakukan pelatihan ke petugas lapang dari 11 provinsi, yakni Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kepulauan Riau, Lampung, Banten, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, DIY, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
Baca juga: IPB Rancang Rumah Hijau Adaptif Gempa, Lebih Ringan dan Ramah Lingkungan |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News