Uji coba sistem SAR pada robot. Foto: BRIN
Uji coba sistem SAR pada robot. Foto: BRIN

Kenalan dengan Teknologi SAR yang Mulai Dikuasai Anak Bangsa

Citra Larasati • 13 Mei 2023 10:56
Jakarta:  Dalam dunia pertanian hingga militer, mungkin Sobat Medcom pernah mendengar Synthetic Aperture Rada atau SAR.  Agar kamu mengenalnya lebih dalam, yuk kita kupas apa sih SAR itu lewat artikel berikut ini. 

Apa Itu SAR?

Synthetic Aperture Radar atau SAR adalah sebuah sistem untuk melakukan pengambilan gambar layaknya kamera dengan memanfaatkan gelombang mikro.  Kemudian disintesiskan menjadi sebuah gambar dengan resolusi yang sangat tinggi.
 
Peneliti Pusat Riset Teknologi Penerbangan (PRTP), Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (ORPA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Farohaji Kurniawan menjelaskan, SAR dapat dimanfaatkan untuk bidang militer, pertanian, kebencanaan, maritim, maupun keamanan negara.
 
"SAR merupakan sistem sensor aktif yang mengeluarkan radiasi energi sendiri dalam frekuensi tertentu, untuk mendapatkan pantulan balik dari objek yang akan ditangkap penerima. Hasil pantulan tersebut, yang berupa data mentah, akan disintesiskan menjadi sebuah citra. Berbeda dengan sensor pasif yang hanya menerima pantulan balik dari objek dan bergantung pada keberadaan matahari atau sumber panas lainnya," terangn Peraih Penghargaan Periset BRIN Tahun 2023 ini.

Farohaji mengatakan, sistem SAR bisa diimplementasikan pada berbagai wahana, seperti satelit, pesawat, drone, pesawat nirawak, dan lain sebagainya. Namun, saat ini pengembangan masih terus dilakukan menggunakan wahana darat, untuk keamanan dan hasil yang lebih sempurna.
 
SAR dapat menangkap gambar baik siang, malam, berkabut, berawan, bahkan dalam kondisi hujan. Sistem ini dapat berkerja pada keadaan apapun.

Resolusi Tinggi

Lebih lanjut Farohaji menjelaskan, SAR dikembangkan untuk melengkapi kekurangan dari sensor optik dan penyempurnaan dari Real Aperture Radar (RAR).  SAR lebih bisa menghasilkan resolusi yang tinggi karena mensitesiskan lebar antena pada sisi azimuth (sudut sejalan dengan wahana).
 
SAR menggunakan seeding yang juga disebut sidelook radar, karena pada saat menangkap gambar, posisi arah tembak gelombangnya harus miring, 30 sampai 60 derajat dari sudut normal wahananya.  Dikatakannya, SAR hadir untuk mengatasi kelemahan penginderaan jauh, yaitu ketidakmampuan interpretasi data apabila tertutup suatu objek, seperti awan, kanopi vegetasi berupa dahan pohon dan pepohonan, dan lain sebagainya.
 
Adanya objek penghalang seperti awan akan mengurangi kualitas data citra penginderaan jauh yang didapat, dan mengurangi informasi yang dapat diekstrak dari citra tersebut.  Kelemahan lainnya, citra pada visible band biasanya bergantung pada satelit pasif yang tidak dapat merekam di malam hari, saat terjadi badai hebat, ataupun pada area hutan dengan densitas yang tinggi.
 
"Hal tersebut dapat diatasi menggunakan SAR," ungkap Farohaji.

Cara Kerja SAR

Lebih lanjut Farohaji menguraikan cara kerja sistem SAR. Dimulai dari main board atau kontrol sistem akan memproduksi sebuah gelombang, kemudian diteruskan pada RF system, lalu dikuatkan dengan amplifier, dan diteruskan oleh antena pengirim untuk menembak sebuah sasaran atau objek.
 
Kemudian objek tersebut akan memantulkan kembali gelombang mikro yang dipancarkan dan akan diterima oleh antena penerima. Selanjutnya diteruskan dan disimpan, lalu diolah menjadi sebuah gambar.
 
Secara dasar, fungsinya hampir sama dengan kamera optik. Akan tetapi, karena memiliki informasi tertentu yang tidak dipunyai sensor optik, SAR dapat dimanfaatkan beberapa hal yang lebih spesial, seperti melakukan deteksi penurunan permukaan tanah, tanah longsor, deformasi tanah, pengintaian pada malam hari, dan lain-lain.
 
"Teknologi SAR juga mampu menembus dahan pohon dan pepohonan. Bahkan pada frekuensi tertentu dapat menempus permukaan tanah," terangnya dilansir dari laman BRIN, Sabtu, 13 Mei 2023.
 
Meski begitu, SAR bukan berarti tanpa kelemahan. Teknologi ini menghasilkan gambar yang hitam putih dan ukuran data yang dihasilkan cukup besar.
 
"Di Indonesia sendiri belum menguasai teknologinya secara utuh dikarenakan biaya riset cukup tinggi," jelas Farohaji.
 
Lebih lanjut dia membeberkan, sistem SAR terbagi menjadi beberapa bagian. Ada sumber energi atau power, prosesor utama, time control, sistem RF, dan antena. Sub bagian tersebut memiliki fungsi masing-masing.
 
Dirinya mengaku secara spesifik mengerjakan sistem antena sebagai sensor. Antena pada sistem SAR layaknya sepasang bola mata - dia berfungsi untuk menangkap (mengirimkan sinyal dan menerimanya kembali) pada objek yang dimaksud.
 
Tentu saja, desain dan kemampuannya disesuaikan dengan kebutuhan sistem. Desain antena akan disesuaikan, apakah pada frekuensi L-Band, C-Band, X-band, atau frekuensi lain.
 
"Untuk saat ini, antena yang telah dikembangkan adalah sepasang antena identik yang berfungsi untuk pengirim dan penerima," lanjutnya.
 
Namun dalam riset, tentu ia tidak sendiri. "Pengembangan sistem SAR ini dilakukan Tim Rumpin Radar and Aerosenses Lab (RRAL), yang mana saya sebagai ketuanya," ujarnya.
 
Farohaji dan timnya menjadi yang pertama di Indonesia yang secara khusus melakukan riset dan pengembangan untuk menguasai teknologi SAR ini. Selain dengan timnya, ia juga berkolaborasi antar unit dan antar organisasi riset di BRIN, yaitu PRTP-ORPA, Pusat Riset Telekomunikasi-Organisasi Riset Elektronika dan Informatika, dan Pusat Riset Teknologi Polimer-Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material.
 
Dia berharap ke depan dapat melakukan kerja sama dengan pihak-pihak yang lebih berpengalaman di bidang SAR system, seperti Mersin University - Turki, Chiba University - Jepang, ataupun universitas-universitas dan lembaga lain yang mempunyai ketertarikan dengan teknologi SAR di Indonesia.
 
"Kenapa? Karena SAR adalah teknologi sensitif dan harus dikuasai oleh anak bangsa secara utuh," tegasnya.
 
Tahun 2023 ini adalah tahun ketiga dari riset SAR. Saat ini, ia dan tim berfokus untuk menguasai teknologi dasarnya. Dia berharap, 2024 nanti dapat menghasilkan prototipe pertama secara utuh.
 
"Saya berharap riset ini akan terus berlanjut sampai nanti karena kemajuan teknologi SAR system juga terus berkembang dan berubah," ujarnya.
 
Dalam menjalankan risetnya, ia dan tim secara bersama rutin melakukan reviu riset mingguan atau progres laporan secara teratur. Presentasi progres laporan per minggu ini sangat penting sekali untuk menjaga ritme, semangat, dan konsistensi tim yang terlibat.
 
"Selain itu, pada pertemuan ini juga akan didiskusikan hal-hal yang mungkin belum terpecahkan atau masalah-masalah serta ide-ide baru yang muncul," ujarnya.
 
Tidak hanya berhenti pada mengeluarkan publikasi saja, Farohaji menargetkan rancangan yang ia dan timnya saat ini sedang kembangkan bisa diimplementasikan sebagai sensor SAR pada kondisi riil. Sedangkan untuk sistem SAR, dirinya mempunyai mimpi untuk dapat diujikan pada objek tertentu secara real time.
 
"Kami mempunyai mimpi untuk menguasai teknologi SAR secara utuh, membangun secara mandiri sepenuhnya serta dibukukan dengan detail. Lalu bisa menjadikan sebuah legasi pada ranah radar dan teknologi di Indonesia. Sehingga generasi selanjutnya dapat meneruskan, menambahkan, dan menjadikan teknologi ini lebih baik," tandasnya.
 
Menurutnya, salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa adalah teknologi. Jika teknologi suatu bangsa maju, maka dapat dipastikan negara tersebut juga maju.
 
Kemajuan teknologi suatu bangsa harus didukung dengan penguasaan teknologi secara utuh, tidak hanya menjadi perakit atau pembeli lisensi.
 
"Sedangkan penguasaan teknologi secara utuh dapat dilakukan dengan riset yang baik dan benar. Maka menurut saya, riset adalah bidang yang sangat penting dan wajib mendapat perhatian dan porsi yang serius dari pemerintah demi kemajuan bangsa," ujarnya lebih lanjut.
 
Terkait penguasaan teknologi dan legasi, lanjutnya, sering kali riset di Indonesia kurang memperhatikan hal tersebut. Riset tahunan membuat para periset untuk sesegara mungkin menyelesaikan risetnya dalam satu tahun, sering kali pula tidak memikirkan keberlanjutannya.
 
Maka, dengan semangat penguasaan teknologi, sebuah riset dapat dirancang dalam jangka panjang dengan tujuan menguasai teknologinya. Selain itu, dengan mempunyai perencanaan riset jangka panjang, maka dapat meninggalkan sebuah legasi yang nantinya diteruskan generasi selanjutnya.
 
Dengan penghargaan Periset BRIN yang ia terima, ia mengucapkan terima kasih atas penghargaan yang diberikan. "Penghargaan ini saya dedikasikan untuk tim Payload and Aerosense di PRTP atas dedikasi, kerja keras, dan kekompakannya," ucapnya.
 
Terkait semua capaiannya pada tahun lalu, ia menyebut bahwa semua keluaran punya dampak tersendiri pada bangsa dan masyarakat. Keluaran diperoleh melalui sebuah riset, sedangkan riset disokong dengan pengadaan bahan yang kuat dan dana.
 
Target terakhir dari sebuah riset selain publikasi dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah sebuah prototipe yang bisa diaplikasikan langsung ke masyarakat.
 
Di akhir, dia juga menitipkan pesan pada generasi muda untuk tetap konsisten, gigih, dan sabar dalam menjalani sesuatu.
 
"Please be consistent, persistent, and patient. Banyak dinamika dan gejolak di dunia penelitian di Indonesia," pesannya.
 
Dengan konsistensi, maka akan menjadikan kita pakar pada suatu bidang, dan teguh dalam mengejar mimpi. Lalu persistent atau kegigihan, membuat kita senantiasa bekerja keras dalam determinasi tinggi, dan endurant tanpa batas.
 
"Lalu perlu kesabaran, karena hasil tidak datang tiba-tiba, melainkan dengan proses yang berat dan mungkin lama," tutupnya. 
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Baca juga:  Keren, 2 Mahasiswa Unpad Ini Ikut Ekspedisi Jala Citra 3 Flores 2023

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan