"Saya menilai itu sebagai suatu misalokasi anggaran, karena ini mengalihkan pos yang terukur untuk pendidikan, tetapi dialokasikan ke pos lain yang mata anggaran berbeda," kata Edy kepada Medcom.id, Selasa, 9 Juli 2024.
Menurutnya, perbedaan pos anggaran bisa sangat berisiko dalam penentuan aliran anggaran. Bisa saja, kata dia, anggaran yang sudah disiapkan menjadi tidak tepat sasaran.
"Karena ketika dari pos fiskal pendidikan masuk ke pos dana desa, maka peruntukkannya menjadi bisa peruntukan apa saja. Ini menjadi salah sasaran yang bisa berakibat pada tidak tercapainya target-target bidang pendidikan," ungkap Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta itu.
Edy menegaskan hal tersebut menjadi tidak sehat. Ia mendorong tak ada kebijakan yang membuat dana desa dalam anggaran pendidikan.
"Jadi seharusnya misalokasi seperti ini tidak berlanjut pada tahun-tahun fiskal mendatang," tutur dia.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) 2009-2014, Mohammad Nuh, menyoroti alokasi Dana Desa di dalam anggaran pendidikan. Sebanyak 20 persen APBN TA 2024 atau Rp665 triliun dialokasikan untuk anggaran fungsi pendidikan, namun Rp356,5 triliun atau lebih dari setengahnya (52 persen persen) digunakan untuk Transfer ke Daerah dan sebagian untuk Dana Desa (TKDD).
Hal itu disampiakan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR, 2 Juli 2024. Ia mempertanyakan kebijakan dasar anggaran pendidikan, baik alokasi maupun implementasinya.
"Rp665 triliun itu terdistribusi macam-macam, tapi mulai kapan masuk Dana Desa di dalam anggaran pendidikan?" tanya Nuh dalam RDPU dengan Komisi X DPR RI, Selasa, 2 Juli, 2024.
Guru besar ITS ini mempertanyakan dengan tegas bila dana desa masuk ke kepala desa, lalu bagian pendidikan mana yang diurusi dengan dana desa tersebut? "Kita enggak bisa berargumen secara politik, tolong argumentasinya jujur dari hati nurani, karena ini urusan Amanah Undang-Undang Dasar, kita enggak perlu berkilah mencari argumen demi ini demi itu, sak janjane (sebenarnya) anggaran pendidikan untuk apa?" tegas Nuh.
Ia mempertanyakan dana desa yang bersumber dari anggaran pendidikan tersebut mengalir ke mana, kepada siapa, dan riil penggunaannya untuk apa. "Tapi coba tanya hati nurani kita, untuk dana desa, berapa dan siapa yang melakukan, berapa dan siapa yang melaksanakan dan riilnya betul ga untuk itu. Karena kalau enggak, itu dosa loh, ini urusannya kan amanah," ujar Nuh.
Dia menyebut bila anggaran pendidikan digunakan tidak semestinya melalui alokasi Dana Desa, dapat berpotensi terjadi penyimpangan luar biasa. "Ini penyimpangan luar biasa kalau secara formal kita melegalkan sesuatu yang tidak benar dan andai pada kenyataannya digunakan secara tidak benar juga. Saya kira tobat, masa yang akan datang ini masa pertobatan mengelola pendidikan," seru Nuh.
Nuh menyarankan apabila ada kebutuhan lain di luar pendidikan yang membutuhkan anggaran dan menilai anggaran pendidikan terlalu mewah, baiknya disampaikan secara transparan. "Sampaikan saja, minta izin, agar nyaman, agar di pendidikan tidak terjadi komplikasi karena kekurangan sumber (pendanaan), sehingga akhirnya UKT (uang kuliah tunggal), sekolah rusak dan sebagainya tidak tertangani dengan baik," tegas Nuh.
Mohammad Nuh hadir menjadi salah satu mantan menteri pendidikan yang diundang Komisi X DPR RI dalam RDPU Panja Pembiayaan Pendidikan yang digelar Selasa, 2 Juli 2024. Selain Nuh, turut hadir juga Menristekdikti (2024-2019), Mohamad Nasir, dan Mendikbud periode 2016-2019, Muhadjir Effendy, sedangkan Mendikbudristek periode 2014-2016, Anies Baswedan, urung hadir karena sedang di luar negeri.
Baca juga: Sesjen Kemendikbudristek Sebut Dana Desa Bisa Digunakan untuk PAUD |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News