Debat kelima Pilpres 2024 pada Minggu, 4 Februari 2024. DOK YouTube KPU
Debat kelima Pilpres 2024 pada Minggu, 4 Februari 2024. DOK YouTube KPU

10 Isu Fundamental Pendidikan Nasional yang Dinilai Alpa Dibahas dalam Debat Capres Terakhir

Renatha Swasty • 05 Februari 2024 17:11
Jakarta: Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai debat pamungkas Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang membahas soal pendidikan kurang menyentuh persoalan fundamental. Ada banyak hal yang tidak dibahas oleh tiga calon presiden.
 
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim bahkan menilai tiga capres belum memberikan solusi pada persoalan pendidikan. Satriwan menilai gagasan pendidikan ketiga capres masih bersifat gimmick dan normatif saja.
 
“Menyimak debat capres isu pendidikan, P2G menilai belum menyentuh persoalan fundamental pendidikan nasional,” kata Satriwan dalam keterangan tertulis, Senin, 10 Februari 2024.
 
P2G mencatat ada 10 isu fundamental pendidikan nasional yang justru tak dibahas mendalam oleh tiga capres. Berikut 10 isu tersebut:

1. Nilai literasi dan matematika masih rendah

Hasil Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) 2022 menunjukkan 1 dari 2 anak Indonesia belum mampu mencapai kompetensi minimum literasi dan 3 dari 4 anak Indonesia belum mencapai kompetensi minimum numerasi. Lebih menyedihkan, skor hasil PISA Indonesia 2022 terus merosot tajam.

Skor Numerasi Matematika Indonesia (366) sama dengan Palestina yang kondisinya jauh lebih tidak stabil karena sekolah mereka porak poranda akibat perang. Skor Numerasi tersebut bahkan menjadi yang terendah sejak 2006.
 
Skor Literasi Membaca Indonesia pada 2022 juga menjadi yang terendah di antara skor PISA tahun-tahun sebelumnya, yakni sebesar 359. Pada 2009 Indonesia pernah mencatatkan skor PISA literasi membaca sebesar 402.
 
“Belum ada tawaran perbaikan konkret dan signifikan mengenai problematika mendasar rendahnya literasi dan matematika anak Indonesia," papar Satriwan.

2. Indeks Kompetitif Global Indonesia

Satriwan mengatakan ketiga capres tidak menyinggung bagaimana peringkat Indeks Kompetitif Global Indonesia. Indeks ini sangat berkorelasi dengan pendidikan, sebab bagaimana kebijakan pendidikan nasional akan menentukan seberapa kompetitif peserta didik sebagai sumber daya manusia Indonesia ketika bersaing secara global nanti.
 
Data Global Competitive Index (GCI) 2023, Indonesia belum bisa melampaui posisi Malaysia (27), Thailand (30) dan Singapura (4). “Dalam GCI, Indonesia memang melompat 10 peringkat, namun sayangnya belum bisa menyalip tetangga sesama Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand dan Singapura,” tutur Satriwan.
 
Satriwan mengatakan dalam bersaing secara global, Indonesia juga perlu mempertimbangkan modal yang dimiliki Indonesia. Merujuk Human Capital Index (HCI) 2020, Indonesia menempati posisi 96 dari 174 negara.
 
Artinya berdasarkan capaian pendidikan dan status kesehatannya, diperkirakan anak Indonesia yang lahir tahun 2020, 18 tahun kemudian hanya dapat mencapai 54 persen dari potensi produktivitas maksimum. Indeks ini tidak disentuh dan tidak diberi solusi konkret oleh ketiga capres dalam debat.

3. Lulusan SMK paling banyak menganggur

Satriwan menuturkan kunci kesuksesan kebijakan pendidikan dalam menghasilkan tenaga kerja terampil ada di SMK. P2G prihatin sampai hari ini lulusan SMK masih menyumbangkan pengangguran tertinggi di Indonesia.
 
Menurut Badan Pusat Statistik sampai Februari 2023, terdapat 7,99 juta pengangguran di Indonesia. Pengangguran tertinggi masih lulusan SMK sebesar 9.60 persen, sedangkan lulusan SMA 7,69 persen.
 
Tahun 2021, lulusan SMK tertinggi menyumbang 11,45 persen dari total 7,99 juta pengangguran di Indonesia. Tahun 2023 turun menjadi 9,60 persen. Artinya, selama dua tahun terakhir upaya pemerintah menggenjot pendidikan vokasi hanya berhasil mengurangi 1,85 persen pengangguran SMK.
 
Lagi-lagi, kata Satriwan, para capres tidak menyentuh persoalan fundamental pendidikan tersebut.

4. Lulusan SD dominasi angkatan kerja

P2G juga sangat menyayangkan dalam debat capres tidak memberi solusi mengenai fakta saat ini angkatan kerja lulusan SD masih mendominasi. BPS menunjukan sampai tahun 2023 secara bertingkat angkatan kerja lulusan SD 39,76 persen; lulusan SMA 19,18 persen; lulusan SMP 18,24 persen.
 
Sisanya lulusan Perguruan Tinggi D1-3 2,20 persen dan D4, S1, S2, S3 sebesar 9,13 persen. Berarti, produktivitas tenaga kerja Indonesia masih dihasilkan lulusan SD.
 
“Kenapa keterserapan angkatan kerja lulusan SD masih dominan? Mestinya makin tinggi jenjangnya, maka makin besar angkatan kerjanya. Ini seharusnya bisa dijawab dalam Debat capres, tapi tidak disentuh," tegas Satriwan.

5. Roadmap pendidikan nasional

Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, menyesalkan capres juga tidak menawarkan Roadmap atau Grand Design Pendidikan Nasional yang gagal dibuat pemerintah sekarang. Dia menyebut Roadmap pendidikan nasional harus menjadikan pendidikan sebagai satu sistem yang saling berkaitan, tidak parsial. Roadmap ini harus juga disertai desain nasional tata kelola guru.
 
“Kami kira tidak perlu kebijakan berjilid-jilid seperti episode Merdeka Belajar era Nadiem Makarim ini. Cukup Roadmap Pendidikan Nasional yang menunjukan bahwa kita memiliki peta jalan yang jelas untuk tujuan pendidikan nasional. Melibatkan semua kalangan," kata Iman.

6. Beban administrasi

Iman berharap Roadmap yang dibuat bukan hanya mengikuti tren global dan industri pendidikan yang makin teknologi sentris. Pembuatan beragam platform pendidikan dan pembelajaran telah menjadi persoalan bagi guru, dosen, siswa, sekolah dan sistem data pendidikan nasional.
 
Misalnya, kata dia, bertambahnya beban administrasi seperti Platform Merdeka Mengajar (PMM) di era Nadiem Makarim, penambangan data anak, kesehatan mental anak berkaitan screen time, dan kusutnya pemutakhiran data pendidikan yang menyebabkan masalah baru dalam rekrutmen guru PPPK, server PPG yang sempat down, dan motif-motif bisnis dalam digitalisasi pendidikan.
 
“PMM telah menjadi momok menakutkan bagi guru. Beban administrasi guru melalui aplikasi makin bertambah di era Nadiem,” ungkap Iman.

7. Biaya pendidikan

Iman memaparkan berdasarkan dokumen visi-misi capres, pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, menjanjikan sekolah gratis. Ini, kata dia, belum terurai dengan baik maksud dari program tersebut.
 
Kemudian, janji pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto-Anies Baswedan, menjalankan program makan siang dan susu gratis. Iman mempertanyakan rencana penggunaan anggaran dana pendidikan untuk program tersebut.
 
Berdasarkan UUD Tahun 1945 Pasal 31, pemerintah wajib menganggarkan 20 persen APBN dan APBD untuk pendidikan. APBN untuk pendidikan saja sebesar Rp612 triliun.
 
Apabila Rp400 triliunnya justru dipakai untuk program makan siang dan susu gratis, maka jelas berpotensi bertentangan dengan UUD 1945. Sebab akan mengurangi drastis alokasi anggaran untuk bidang pendidikan lainnya.
 
Sementara itu, janji pasangan capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, akan memberikan gaji guru sebesar Rp20-30 juta per bulan. Iman menegaskan ini tidak masuk akal.
 
Sebab, jika dijumlahkan dengan total guru sebanyak 3,3 juta orang, anggaran APBN akan terkuras hingga lebih dari Rp1.000 triliun. Iwan juga menyinggung maraknya pinjaman online (pinjol) bagi mahasiswa akibat liberalisasi kampus berbentuk PTN BH.
 
Iwan menyebut keberadaan PTN-BH masih menjadi penghalang akses pendidikan bagi masyarakat ekonomi lemah. Ini harus dibenahi.
 
"Tapi lagi-lagi para capres tidak menyinggung persoalan mendasar ini dalam debat," tegas Iman.

8. Kesejahteraan dan kualitas guru

Iman juga menyayangkan dalam debat capres tak sedikit pun ada komitmen untuk mengangkat guru PNS.
 
"Hanya terlontar oleh capres 01 akan mengangkat guru honorer menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Ini sangat disayangkan, guru PPPK itu sifatnya emergency exit, kok malah dijadikan solusi utama. Solusi kekurangan guru adalah ya dengan membuka rekrutmen guru PNS," kata Iman.
 
Kemudian, persoalan mendasar lainnya adalah dari 3,3 juta guru masih tersisa 1,6 juta guru belum disertifikasi. Artinya sekitar 40 persen lebih guru Indonesia belum memenuhi syarat profesional dan kompeten sebagaimana perintah UU Guru dan Dosen.
 
Iman mengatakan hal ini terjadi karena pemerintah gagal memenuhi perintah UU Guru dan Dosen. Mestinya, sampai tahun 2015 semua guru Indonesia harus disertifikasi. Sertifikat pendidik adalah salah satu syarat wajib yang menandakan seorang guru kompeten atau profesional.

9. Persoalan PPPK

Iman mengatakan  guru yang berhasil direkrut oleh pemerintah melalui skema PPPK baru 794.724 orang sampai 2024. Bahkan, masih ada belasan ribu guru sudah lolos passing grade (PG) yang nilainya di atas ambang batas (istilah P-1), sejak 2021, dijanjikan akan diberi formasi sampai 2024, tapi sampai sekarang tidak jelas statusnya.
 
Sementara itu, kebutuhan guru sampai tahun 2024 sebesar 1.312.759 guru ASN. Iman berharap capres memperhitungkan agar masalah guru PPPK pada era ini tidak terulang kembali.
 
"P2G berharap dibuka kembali seleksi PNS, karena PPPK guru hanya alternatif, bukan solusi utama," tegas Iman.
 
Dia mengatakan dari segi kesejahteraan, rata-rata guru honorer di Indonesia digaji berkisar antara Rp500 ribu-Rp1 juta. Oleh sebab itu, dibutuhkan solusi konkret atas masalah kesejahteraan guru.
 
Iman menegaskan bila hanya bicara kenaikan gaji fantastis, itu juga tidak realistis. Pihaknya mengusulkan agar diterapkan Upah Minimum Guru Non ASN.
 
"Ini jauh lebih realistis dan akan dirasakan langsung oleh para guru yang tidak kunjung sejahtera," kata Iman.

10. PPDB Zonasi

Iman juga menyayangkan isu PPDB Zonasi tidak disentuh dalam debat capres. Padahal, ini menyangkut nasib 50 juta lebih siswa se-Indonesia.
 
"Belum adanya komitmen dari para capres apakah akan melanjutkan kebijakan PPDB Zonasi? atau akan menghentikannya total? atau akan memperbaiki skema teknisnya? Tak satu pun yang menyinggung problematika zonasi ini. Sangat disayangkan sekali," kata Iman.
 
Baca juga: P2G Sayangkan Tiga Capres Belum Sentuh Persoalan Fundamental Pendidikan Nasional

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan