"Tantangan hari ini adalah bagaimana kita bisa mengajarkan toleransi, karena jika melihat data, justru tingkat pendidikan formal serta lingkungan perkotaan yang memungkinkan seseorang berinteraksi dengan orang yang berbeda latar belakang tidak mempengaruhi tingkat toleransi seseorang," kata peneliti KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo, dalam rilis survei memperingati hari toleransi sedunia, seperti dikutip dari Antara, Jumat, 16 November 2018.
Menurut Kunto, pendidikan toleransi harus menjadi kajian yang mendesak, terutama di era polarisasi politik yang semakin meruncing di Indonesia. Dalam survei yang dirilis oleh KedaiKOPI mendapati, tingkat toleransi warga masyarakat yang tidak tamat SD, sebesar 2,31 dari penghitungan dengan skala 1 - 5 lebih.
Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan tamatan SD, SMP, SMA, Diploma/Sarjana, maupun S2/S3. Survei mendapati, untuk responden yang tamat SD maupun sederajat, skor toleransi yang didapatkan 2,25.
Tingkat toleransi kembali menurun pada responden tamat SMP atau sederajat dengan skor 2,12, diikuti dengan responden yang tamat SMA dengan skor 2,10. Sementara, tingkat toleransi pada tamatan Diploma/Sarjana meningkat dengan skor 2,17 dan diikuti oleh tamatan S2/S3 dengan skor 2,18.
Survei nasional KedaiKOPI tentang toleransi dilakukan di 34 propinsi pada 12-27 Maret 2018 terhadap 1.135 responden dengan responden berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah. Survei dilakukan dengan menggunakan teknik multistage random sampling dan margin of error 2,97 persen. Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka.
Lihat Video:
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News