Ilustrasi BRIN. DOK BRIN
Ilustrasi BRIN. DOK BRIN

BRIN Ungkap Pentingnya Borehole Disposal Sebagai Pengelolaan Limbah Radioaktif

Renatha Swasty • 17 April 2023 14:38
Jakarta: Kepala Pusat Riset Teknologi Daur Bahan Bakar Nuklir dan Limbah Radioaktif (PRTDBBNLR)-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Syaiful Bakhri mengungkapkan Indonesia banyak memanfaatkan sumber radioaktif yang dimiliki oleh industri maupun Rumah Sakit. Pemanfaatan teknologi nuklir ini menghasilkan limbah radioaktif yang harus dikelola dengan baik sesuai peraturan yang berlaku agar aman dan selamat bagi manusia dan lingkungan.
 
"Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) sampai 2023 ini mencatat ada sekitar 5.089 buah sumber yang digunakan oleh industri medis serta 8.455 buah sumber yang dimiliki oleh industri non medis," kata Syaiful saat membuka webinar tentang daur bahan bakar nuklir dengan tema "Borehole Disposal Limbah Radioaktif: Pengembangannya di Dunia dan Potensinya di Indonesia dikutip dari laman brin.go.id, Senin, 17 April 2023.
 
Syaiful menyebut Indonesia perlu membangun Borehole Disposal, semacam poros sempit yang dibor masuk ke dalam tanah, baik vertikal maupun horizontal untuk pembuangan. Pembangunan gar pengelolaan limbah dapat tertangani dengan baik dan tidak menimbulkan bahaya bagi masyarakat.

"Kita berupaya mendorong agar ke depannya Indonesia memiliki Borehole Disposal. Apalagi saat ini industri dan Rumah Sakit semakin berkembang yang tentunya akan semakin banyak sekali sumber bekas yang harus kita kelola sebaik mungkin," ujar Syaiful.
 
Peneliti ahli utama BRIN, Sucipta, memaparkan alasan perlunya membangun Borehole Disposal di Indonesia. Hai itu untuk pengelolaan limbah sumber radioaktif terbungkus bekas atau Disused Sealed Radiactive Source (DSRS).
 
Sumber radioaktif terbungkus bekas atau DSRS adalah salah satu jenis limbah radioaktif yang banyak dihasilkan dari kegiatan pemanfaatan teknologi nuklir di Rumah Sakit dan industri. Dia menuturkan penyimpanan sementara untuk DSRS banyak menjumpai kesulitan terutama berkaitan kondisi sumber seperti umur paruh yang panjang, radiasi gamma cukup tinggi, serta sistem storage tidak established.
 
"Kalau kita menggunakan disposal model konvensional maka akan jadi mahal. Sedangkan kalau dikembalikan ke negara asalnya atau ke pabriknya akan merupakan suatu opsi yang kadang cukup sulit," ungkap Sucipta.
 
Jadi, kata dia, harus ada inovasi baru untuk menjawab semua kesulitan tersebut, yaitu perlu adanya disposal sustainable. Sucipta menyebut secara ekonomi tidak mahal dan juga bisa dengan skala nasional yang kecil saja tetapi bisa memenuhi persyaratan standar bagi pekerja, masyarakat, dan lingkungan.
 
"Selain itu juga bisa menahan atau menghindari terjadinya intrusi oleh pihak-pihak yang tidak diinginkan," tutur dia.
 
Sucipta menyampaikan Borehole Disposal telah dikembangkan di beberapa negara di dunia. Seperti Australia, Brasil, Bulgaria, Malaysia, Norwegia, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat.
 
"Pada 2020-2021 Indonesia telah melakukan studi untuk Borehole Disposal dalam hal geologi, geofisika, update data lingkungan, safety assessment, dan juga pembuatan SOP," beber dia.
 
Sucipta menyebut BRIN perlu melakukan strategi agar pembangunan Borehole Disposal di Indonesia dapat diterima oleh masyarakat. Dia mengatakan perlu pendekatan berlapis, mulai dari pendekatan teknis, pendekatan sosial, pendekatan ekonomi dan lingkungan.
 
Sehingga, masyarakat bisa menerimanya. Sucipta mengatakan perlu meyakinkan masyarakat merka akan selamat atau aman dari keberadaan Borehole di suatu tempat.
 
"Selain itu, masyarakat yang berada di sekitar lokasi dekat pelimbahan dapat diberikan kompensasi," ujar dia.
 
Dosen dari Intitut Teknologi Bandung (ITB), Syafrizal, menuturkan Indonesia perlu belajar dari negara-negara yang sudah mengembangkan Borehole Disposal. Yaitu membuat komparasi, membuat matrik atau plus minus dari masing-masing metode, terakhir melihat apakah sepadan dengan ongkosnya.
 
"Untuk nuklir ini harusnya biaya berapa pun tidak perlu dipikirkan. Dibuat seaman mungkin karena yang merasakan tidak kita sekarang, tetapi anak cucu kita, karena 30 tahun umur peluruhan yang perlu diperhatikan," ujar dia.
 
Sementara itu, dosen dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yudi Utomo Imardjoko, menyampaikan perlu memperhatikan material kontainer Borehole Disposal. "Kontainer yang digunakan tidak boleh bocor, harus hati- hati. Apalagi nanti kalau dipakai untuk bahan bakar nuklir bekas, di mana harus disimpan minimal 10.000 tahun. Kita harus punya kontainer yang tahan 10.000 tahun," tutur dia.
 
Baca juga: Wajib Tahu, Ini Seluk Beluk Kuliah Teknik Nuklir di UGM dan Prospek Kariernya

 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan