Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN Puji Lestari mengatakan, produk hewani merupakan sumber protein penting bagi kesehatan tubuh. Umumnya masyarakat mengonsumsi daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) BRIN Satriyo Krido Wahono menyampaikan bahwa PRTPP BRIN berupaya melibatkan periset dari pusat riset BRIN lainnya agar terjadi kolaborasi. “Fasilitas riset di PRTPP BRIN ini bersifat open platform yang dapat diakses oleh stakeholder untuk berkolaborasi, termasuk di bidang teknologi proses produk hewani,” terangnya dalam siaran pers BRIN, Sabtu, 22 Oktober 2022.
Ia menambahkan, dalam kurun waktu tiga tahun ke depan PRTPP BRIN memiliki target strategis untuk merevitalisasi ketahanan pangan guna pencegahan stunting, pengemasan makanan olahan, dan penelitian halal. “Untuk mewujudkan taget tersebut, PRTPP telah membentuk sembilan kelompok riset, salah satunya adalah kelompok riset teknologi proses produk hewani,” jelas Satriyo.
Metode Pengawetan Telur Segar Berbahan Alami
Periset PRTPP BRIN Lukman Hakim dalam kesempatan ini membagikan pengalamannya dalam meneliti pengawetan telur segar. Dari studi kasus di Papua Barat, 68 persen penduduknya adalah usia produktif yang memerlukan nutrisi tinggi.“Telur merupakan komoditas yang digemari masyarakat Papua Barat karena murah, mudah didapat, disukai segala usia, dan memiliki sifat fungsional unik sebagai bahan pembuat makanan,” papar Lukman.
Menurutnya, hampir semua komoditas telur di Papua Barat dikirim dari Jawa dan Makassar. “Sehingga komoditas telur menjadi mudah rusak, encer, putih, kuning telurnya menyatu, dan busuk saat tiba di Papua,” tambahnya.
Metode pengawetan telur segar secara alami dan tradisional sudah banyak dipraktikkan. “Pengawetan telur segar dapat dilakukan melalui pengemasan kering, perendaman dalam cairan, perendaman dalam larutan penyamak nabati, menutup pori-pori telur, hingga penyimpanan dingin,” lanjut Lukman. Namun menurutnya, penggunaan bahan alam sebagai pengawet telur kurang efektif, karena bahan-bahan tersebut hanya berperan tunggal.
Dalam perkembangannya, tren riset terbaru untuk pengawetan telur ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan di alam yang mengandung biomolekul. “Pengawetan telur segar dapat dilakukan dengan bahan campuran atau komposit dari polisakarida, protein, dan lipid,” pungkasnya.
Selain telur, produk hewani berbahan susu dan keju juga digemari masyarakat. “Susu merupakan sumber gizi yang dibutuhkan semua usia karena mengandung protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin,” kata Widaningrum, Periset Pusat Riset Agroindustri BRIN.
Ia menjelaskan, industri olahan berbasis susu pada skala UKM dan kelompok tani saat ini berkembang pesat, sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi suatu agroindustri susu. “Beberapa produk olahan susu yang dikenal luas diantaranya susu fermentasi atau yoghurt, dadih atau yoghurt tradisional khas Minangkabau, dangke atau keju tradisional Enrekang, keju, dan kefir,” tambahnya.
Dalam paparannya ia mengenalkan cara mengawetkan starter yoghurt yaitu dengan mengubah bentuk starter yoghurt cair menjadi kering berupa bubuk. “Dengan penyalutan menggunakan teknik enkapsulasi, diharapkan mampu melindungi bakteri probiotik untuk tidak beraktivitas selama proses pembuatan susu fermentasi,” terang Widyaningrum.
Sedangkan untuk teknik enkapsulasi bakteri asam laktat probiotik dalam pembuatan starter kering yoghurt, ia menggunakan pengeringan semprot (spray drying). “Pengeringan semprot ini lebih murah, dapat dilakukan secara kontinu dalam jumlah besar, dan produk yang dihasilkannyapun stabil dan fungsional,” tegasnya.
Riset Hasil Ternak untuk Substitusi Bahan Halal
Produk hewani lainnya yang mulai dikenal masyarakat adalah kolagen. Rina Wahyuningsih, Peneliti PRTPP BRIN menyebutkan kolagen dapat diperoleh dari hasil pemotongan ternak berupa kulit, tulang lemak, darah, tanduk, rambut, dan lainnya.“Namun sayangnya Indonesia belum dapat memproduksi sendiri kolagen dan gelatin,” jelas Rina.
Di sisi lain, menurutnya permintaan pada kedua bahan tersebut terus meningkat. Masyarakat mulai memiliki kesadaran tinggi untuk mengonsumsi bahan pangan yang memiliki nilai tambah untuk kesehatan, masyarakat cenderung kembali ke bahan alam karena lebih aman, kolagen yang beredar adalah produk impor yang mahal, dan tidak ada jaminan halal terhadap kandungan bahannya.
“Untuk itu, diperlukan riset lanjutan pada hasil ternak untuk substitusi bahan halal,” ujarnya.
Di tahun 2022 ini Rina dan timnya meriset ekstrak kolagen dari membran kerabang telur. Ia memaparkan limbah penetasan telur di tahun 2021 menghasilkan 381.612,83 ton per tahun.
Sedangkan pemanfaatakan kerabang telur belum banyak dilakukan. “Padahal kolagen dari kerabang telur memiliki keunggulan yaitu tidak memiliki sifat resiko penyakit seperti reaksi alergi,” tambahnya.
Rina menjelaskan, untuk mendapatkan ekstrak kolagen dapat dilakukan melalui empat metode yaitu ekstraksi pelarutan enzimatik, ekstraksi pelarutan asam, ekstraksi pelarutan garam, dan ekstraksi pelarutan ultrasound.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News