Ilustrasi Debat Pilpres 2024.
Ilustrasi Debat Pilpres 2024.

Pakar UGM: Debat Tidak Boleh Menyerang Personal, Tapi Jangan Semua Hal Dipersonalisasi

Renatha Swasty • 29 Januari 2024 19:13
Jakarta: Debat calon presiden dan calon wakil presiden untuk Pemilihan Presiden (Pilpres 2024) telah berjalan sebanyak empat kali. Pakar Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati menyoroti debat yang dinilai tidak boleh menyerang secara personal.
 
“Saya setuju memang tidak bisa substansi debat menyerang isu tentang agama, etnis, suku, dan isu-isu yang sifatnya sudah merupakan atribut sejak lahir dari seorang manusia. Tetapi jangan sampai kita salah memaknai bahwa semua hal bisa dipersonalisasi," kata Mada dikutip dari laman ugm.ac.id, Senin, 29 Januari 2024.
 
Mada mengatakan isu tentang kekayaan, kasus di masa lalu, kinerja, sangat bisa digali dalam perdebatan. Sebab, hal-hal itu tak menyerang isu personal. Dia meminta masyarakat turut bijak dalam menyikapi debat.

Dosen UGM itu mengatakan salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan sebuah debat adalah ketika mendorong perdebatan berikutnya setelah forum selesai diselenggarakan. Dia melihat hal itu sudah tercapai dalam debat-debat yang sudah berlangsung.
 
"Jadi, ini menunjukkan meskipun desainnya sangat terbatas karena sudah diatur oleh undang-undang pemilu, itu tidak kemudian menimbulkan tidak adanya perdebatan publik,” tutur Mada.
 
Menurutnya, setiap putaran debat telah menghasilkan respons publik yang menarik. Selain itu, visi misi dan program yang dielaborasi ternyata tersampaikan dengan baik dan diingat oleh publik.
 
Namun, debat capres cawapres tetaplah forum formal terbatas yang tidak bisa sepenuhnya menjadi acuan bagi masyarakat. Pengamat politik itu mengatakan pelaksanaan kampanye, elaborasi program di luar sesi debat, bahkan track record setiap pasangan calon juga perlu menjadi petrimbangan.
 
Mada menyebut survei tahun lalu tentang pengaruh pelaksanaan debat, hanya memengaruhi sekitar 10-15 persen pilihan masyarakat. Namun, berbeda dengan pelaksanaan pemilu sebelumnya, perkembangan teknologi informasi membuat dampak debat capres cawapres ini jauh lebih luas.
 
Dia mengatakan ada konten-konten dari debat yang direproduksi baik oleh pendukung, nonpendukung, maupun mereka yang masih belum menentukan pilihannya melalui media sosial yang mereka miliki. Hal itu bisa memengaruhi perubahan perilaku memilih.
 
"Terutama jika kita bicara Pemilu 2024 terjadi pada mereka yang dikategorikan sebagai undicided voters (pemilih yang belum pasti menentukan pilihannya), yang jumlahnya sekitar 30 persen. Angka yang tidak sedikit, sehingga saya kira mungkin perlu melihat dulu datanya sejauh mana,” ungkap Mada.
 
Dia menuturkan dampak signifikan dari media sosial terbukti mampu menarik perhatian publik akan kontestasi pemilu tahun ini. Sayangnya, konten media sosial yang juga dimanfaatkan sebagai sarana kampanye menjadi sasaran empuk untuk perkembangan hoaks dan misinformasi.
 
Masifnya paparan konten seringkali membuat publik bingung dan terbawa arus media tanpa tahu kebenarannya. Untuk itu, pelaksanaan debat capres memiliki posisi penting dalam menjadi agen informasi pertama bagi masyarakat.
 
Sebagai salah satu panelis debat capres cawapres, Mada memberikan beberapa evaluasi bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk debat selanjutnya. Pertama, pendukung seringkali mengganggu proses perdebatan.
 
"Mungkin KPU bisa meminta sekali lagi komitmen dari pendukung paslon ini," tutur dia.
 
Kedua, moderator. Mada mengatakan moderator mestinya tidak sekedar menjadi time keeper. Namun, mendorong kandidat bisa mengoptimalkan waktu yang tersedia.
 
Waktu seringkali menjadi hambatan dalam menjelaskan gagasan kandidat. Sayangnya, beberapa kali terlihat kandidat tidak memanfaatkan waktu secara maksimal.
 
Baca juga: Disorot Bawaslu Soal Yel-yel di Debat, KPU Ngeyel Tak Ubah Format

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan