Dosen hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dwi Ratna Indri Hapsari, angkat bicara dalam kasus yang menyita banyak perhatian publik ini. Dia menjelaskan istilah debt collector sebenarnya mengambil dari bahasa asing yang artinya penagih utang atau pengumpul utang.
Kegiatan ini biasanya berhubungan dengan perusahaan pembiayaan. Di dalamnya tentu ada konsumen yang meminjam dan harus membayar pinjamannya, begitupun dalam kegiatan pinjaman online maupun pembiayaan dengan kartu kredit.
Sebenarnya, tidak ada peraturan yang menuliskan terkait kewajiban bank memiliki penagih utang, baik di peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan maupun Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi. Meski begitu, bank bisa menggunakan penyedia jasa penagihan yang bukan dari bagian bank.
Indri menjelaskan debt collector merupakan kegiatan legal. Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Debt collector mesti berada di bawah badan hukum, seperti PT, koperasi, dan lainnya. Kemudian, memiliki izin usaha serta sumber daya manusia juga harus berlisensi.
“Jadi debt collector tidak hanya berpostur besar dan berparas garang, tapi yang lebih penting adalah sudah memenuhi syarat sebagai penagih utang,” kata Indri Senin, 1 April 2024.
Indri menekankan dalam proses penagihan, debt collector harus memperhatikan etika. Apalagi permasalahan yang sering terjadi terkait penagih utang adalah aspek etika.
Dia menuturkan dalam Surat Edaran OJK Nomor 19/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, disebutkan penagih harus menggunakan kartu identitas resmi dilengkapi dengan foto diri. Kemudian, mereka tidak diperkenankan menggunakan cara ancaman, kekerasan, atau tindakan yang bersifat mempermalukan peminjam.
“Penagihan tidak boleh menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal. Hindari penggunaan kata atau tindakan yang mengintimidasi dan merendahkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), harkat, martabat, dan harga diri. Baik itu ketika berada di dunia fisik maupun di dunia maya (cyber bullying) kepada peminjam atau kerabat," jelas dia.
"Penagihan juga tidak dilakukan secara terus menerus yang bersifat mengganggu. Hanya dapat dilakukan melalui jalur pribadi, di tempat alamat penagihan, atau domisili peminjam,” tutur dia.
Indri menyebut seorang penagih atau debt collector harus mampu mematuhi berbagai peraturan. Sehingga, tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan saat preoses penagihan.
Adapun, bagi jasa penagih yang melanggar aturan penagihan dapat ditindak pidana.
“Menjadi seorang penagih utang adalah pekerjaan yang legal selagi mematuhi koridor yang telah diatur. Jangan sampai bertentangan dengan etika yang sudah ditentukan," kata Indri.
Indri mengatakan sebagai debitur juga harusnya bisa mengukur kemampuan diri. Apakah mampu membayar utang di kemudian hari.
"Jika merasa tidak mampu, maka lebih baik tidak melakukan pinjaman daripada harus berurusan dengan penagih utang atau jasa pembiayaan,” tegas dia.
Sebelumnya, anggota Polres Lubuklinggau, Sumatera Selatan (Sumsel), Aiptu FN, menembak dan menusuk dua debt collector lantaran tak terima ditagih tunggakan utang. FN kabur usai melakukan aksinya.
"Kami sudah menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) terhadap Aiptu FN," kata Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Sunarto, Senin, 25 Maret 2024.
Sunarto menjelaskan kasus ini menjadi atensi pimpinan di Polda Sumsel. Pihaknya juga melakukan koordinasi dengan keluarga FN.
Baca juga: Surat Penindakan Debt Collector Viral, Begini Kata Polri |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id