Tak banyak yang mengenal Lasminigrat. Namanya tenggelam di antara tokoh-tokoh perempuan. Namun, perempuan bernama asli Soehara itu merupakan tokoh intelektual pertama yang dimiliki Indonesia.
Yuk kenalan dengan Lasminigrat dikutip dari laman jogjaprov.go.id:
Putri seorang ulama/kiai, penghulu limbangan, dan sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria, itu memiliki kecerdasan luar bisa dan mendapat pendidikan sekolah Belanda di daerah Sumedang. Lasminingrat tercatat sebagai perempuan pribumi satu-satunya yang mahir dalam menulis dan berbahasa Belanda pada masanya.
Perjuangan Lasminigrat diawali dari dunia kepenulisan. Dia sempat menerbitkan buku Carita Erman yang merupakan terjemahan dari Christoph von Schmid, kemudian Warnasari atawa roepa-roepa dongeng.
Kedua karyanya tersebut menjadi salah satu buku pelajaran bukan saja di Garut, tetapi tersebar hingga daerah luar Jawa yang diterjemahkan dalam Bahasa Melayu.
Setelah menikah dengan Bupati Garut, Rd. Adipati Aria Wiratanudatar VII, Lasminigrat, beralih ke bidang pendidikan khususnya untuk perempuan.
Dia mendirikan Sekolah Kautamaan Puteri pada 1911 setelah berhasil mendukung usaha Dewi Sartika mendirikan Sakola Kautamaan Putri. 'Sang Pemula' itu tidak banyak diketahui orang sebagai pribadi perempuan di luar zamannya.
Padahal, sebutan itu mempunyai arti kekaguman mendalam terhadap seorang perempuan yang tampil lain dari perempuan pada umumnya. Saat berusia ke-32 tahun selain kesibukannya sebagai istri Bupati, ia berhasil menyadurkan banyak cerita karya Grimm yang popular di Eropa.
Penyaduran agar perempuan Sunda dapat membaca karya-karya penulis Eropa dan mengambil hikmahnya. Kumpulan saduran itu kemudian diterbitkan pertama kalinya pada 1875 oleh percetakan milik pemerintah, Landsdrukkerji dengan judul Tjarita Erman.
Tahun berikutnya atau pada 1876 terbit karya Lasminigrat yang kedua berjudul Warnasari atawa Roepa-roepa Dongengpun terbit. Pada 1875, saat Lasminingrat berkarya, tokoh perempuan seperti R.A. Kartini, Raden Dewi Sartika, dan Rahman El-Yunusiyah, yang telah diangkat oleh pemerintah sebagai pahlawan nasional belum lahir.
Kartini lahir pada 1879, El-Yunusiyah lahir 1900, dan Dewi Sartika lahir pada 1884. Namun, Lasmingrat tidak pernah terdengar.
Namanya tidak pernah disebut baik dalam sejarah pergerakan kaum perempuan maupun dalam sejarah nasional Indonesia. Namanya tenggelam di bawah nama ketiga tokoh tersebut, bahkan kalah tenar dengan tokoh perempuan-perempuan lainnya yang muncul setelah ketiga tokoh tadi.
Namun, karya Lasminigrat tidak ikut tenggelam, baik ytulisannya yang masih banyak ditemukan sebagai buku bacaan di Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar di Jawa Barat. Jejak Lasminingrat masih dapat dilihat dari sekolah hasil perjuangannya, yang kini masih berdiri di salah satu sudut kota Garut.
Bangunan sekolah itu oleh pemerintah provinsi telah ditetapkan sebagai salah satu bangunan yang dilindungi atau dengan kata lain termasuk kategori Bangunan Cagar Budaya (BCB) di kota Garut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id