Ilustrasi ketupat. Medcom.id
Ilustrasi ketupat. Medcom.id

Kapan Lebaran Ketupat 2023? Ini Pengertian dan Waktu Pelaksanaannya

Renatha Swasty • 27 April 2023 13:17
Jakarta: Salah satu tradisi setelah Idulftri yang masih dijalankan umat muslim khususnya di Pulau Jawa, ialah Lebaran ketupat. Tradisi ini biasa digelar seminggu setelah Hari Raya Idulfitri atau 1 Syawal.
 
Lebaran ketupat di beberapa wilayah juga dikenal sebagai kegiatan Syawalan. Pada masyarakat Jawa, perayaan tradisi lebaran ketupat ini dilambangkan sebagai simbol kebersamaan. Sementara itu, di Klaten, Jawa Tengah lebaran ketupat dikenal dengan sebutan kenduri ketupat.
 
Salah satu warga Tundungan, Widodo, mengatakan tradisi ini menjadi agenda tahunan sepekan setelah Hari Raya Idulfitri. Biasanya, ketupat yang sudah ditata dalam wadah langsung dibawa ke tempat kenduri halaman rumah warga.

Tidak hanya ketupat saja yang dibawa, namun juga ada sayur sambal goreng dan bubuk kedelai. Selanjutnya, ketupat ditata sedemikian rupa dan didoakan bersama-sama oleh warga sebagaimana filosofi dari ketupat, yakni mengaku lepat atau mengaku salah kepada Allah swt.
 
“Tradisi ini juga menjadi salah satu cara untuk ingat kepada Allah swt. Tradisi seperti ini nantinya diawali dengan saling memaafkan sesama warga kemudian ketupat itu disedekahkan supaya kita dan keluarga kita selalu diberi kesehatan,” ujar Widodo dikutip dari laman nu.or.id, Kamis, 27 April 2023.

Sejarah lebaran ketupat

Dikutip dari laman nu.or.id, sejarah lebaran ketupat sangat erat kaitannya dengan salah satu Wali Songo, yakni Sunan Kalijaga. Masyarakat Jawa mempercayai Sunan Kalijaga pertama kali memperkenalkan ketupat.
 
Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi mengatakan tradisi kupatan muncul pada era Wali Songo dengan memanfaatkan tradisi slametan yang sudah berkembang di kalangan masyarakat Nusantara. Tradisi ini kemudian dijadikan sarana mengenalkan ajaran Islam mengenai cara bersyukur kepada Allah swt, bersedekah, dan bersilaturahim di hari lebaran.

Filosofi ketupat

Kata ketupat atau kupat berasal dari kata bahasa Jawa ngaku lepat yang berarti mengakui kesalahan. Sehingga, dengan ketupat sesama muslim diharapkan mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara memakan ketupat.
 
Banyak makna filosofis yang dikandung dalam makanan ketupat. Bungkus yang dibuat dari janur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa.
 
Sedangkan, bentuk segi empat mencerminkan prinsip kiblat papat lima pancer, yang bermakna ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah.
 
Sebagian masyarakat juga memaknai rumitnya anyaman bungkus ketupat mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia. Sementara itu, warna putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian setelah mohon ampun dari kesalahan.
 
Beras sebagai isi ketupat diharapkan menjadi lambang kemakmuran setelah hari raya. Pada masa lalu, terdapat tradisi unik berbau mistis, namun kini sudah jarang ditemukan.
 
Ketupat juga dianggap sebagai penolak bala, yaitu dengan menggantungkan ketupat yang sudah matang di atas kusen pintu depan rumah, biasanya bersama pisang, dalam jangka waktu berhari-hari, bahkan berulan-bulan sampai kering.
 
Biasanya, ketupat disajikan bersama opor ayam dan sambal goreng. Hal ini juga makna filosofisnya. Opor ayam menggunakan santan sebagai salah satu bahannya. Santan, dalam bahasa Jawa disebut dengan santen yang mempunyai makna pangapunten alias memohon maaf.
 
Saking dekatnya kupat dengan santen, ada pantun yang sering dipakai pada kata-kata ucapan Idulfitri: Mangan kupat nganggo santen. Menawi lepat, nyuwun pangapunten. Artinya, makan ketupat pakai santan. Bila ada kesalahan mohon dimaafkan.
 
Baca juga: Makanan Khas Lebaran: Sejarah Ketupat dan Makna Filosofisnya

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan