Pakar Genetika Ekologi IPB University Ronny Rachman Noor. DOK IPB
Pakar Genetika Ekologi IPB University Ronny Rachman Noor. DOK IPB

Populasi Satwa Liar Menurun Drastis, Pakar Genetika Ekologi IPB Ingatkan Dunia Perlu Bertindak Cepat

Renatha Swasty • 20 Oktober 2022 09:56
Jakarta: Laporan World Wide Fund for Nature (WWF) yang dirilis minggu lalu menyebut sejak 1970 terjadi penurunan jumlah spesies di bumi sebesar 69 persen. Pakar Genetika Ekologi IPB University Ronny Rachman Noor menyebut bila laju penurunan ini dibiarkan dunia akan kehilangan biodiversitas global selamanya dan akan berdampak langsung pada kesehatan bumi yang kita huni ini.
 
“Biodiversitas kawasan tropis yang merupakan sumber keanekaragaman hayati paling tinggi juga tidak luput dari fenomena ini. Yakni mengalami penurunan populasi spesies satwa liar yang sangat mengkhawatirkan,” beber Ronny dalam keterangan tertulis, Kamis, 20 Oktober 2022.
 
Ronny menuturkan salah satu penyebab utama penurunan biodiversitas satwa liar adalah perubahan iklim global. Misalnya anomali curah hujan tinggi, banjir, tanah longsor, serta kekeringan yang melanda Indonesia dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.

Contoh lain dampak perubahan iklim global yang menghancurkan adalah gelombang panas dan kebakaran hutan melanda kawasan Eropa akhir-akhir ini. Hal ini tercatat merupakan dampak cuaca ekstrem terburuk dalam 15 tahun terakhir.
 
“Ironisnya, dalam situasi kritis seperti ini penebangan hutan di hutan paru-paru dunia di Amazon Brazil dan di kawasan Asia masih terus berlangsung sampai saat ini. Bahkan mencapai rekor tertinggi selama enam tahun terakhir ini,” ujar Ronny.
 
Ronny menjelaskan tren penurunan kualitas lingkungan menurut laporan WWF semakin meluas. Populasi satwa liar, seperti mamalia, burung, amfibi, reptil, dan ikan semuanya menyusut drastis dengan laju penurunan mencapai 69 persen.
 
“Dunia tidak dapat menganggap sepele kejadian penurunan populasi satwa liar ini karena berdampak langsung bagi kehidupan delapan miliar penduduk bumi. Karena sebagian besar kehidupan kita tergantung pada satwa liar ini. Sendi-sendi kehidupan penduduk bumi seperti stabilitas sosial, kesejahteraan, dan kesehatan penduduk bumi akan terdampak langsung perubahan iklim global ini,” ujar Ronny.
 
WWF memprediksi penurunan keanekaragaman satwa liar ini akan berdampak langsung pada penurunan aset alam yang akan merugikan dunia. Setidaknya, USD406 miliar per tahun, bahkan tren kerugian ini diperkirakan semakin meningkat pada 2050. Sehingga, apabila tidak dilakukan langkah drastis kerugian ini akan mencapai USD9 triliun.
 
Ronny menyebut laporan terbaru WWF ini sangat mengejutkan dunia karena laju penurunan keanekaragaman satwa liar mencapai tingkat yang belum pernah terbayang sebelumnya. Tingkat persentasenya sudah mencapai titik kritis.
 
Dia mengatakan laporan ini juga menunjukkan dunia selama ini abai melakukan upaya menurunkan laju kemusnahan satwa liar. Dia mengakui 120 pimpinan dunia pada pertemuan COP 26 PBB di Glasgow tahun lalu telah menunjukkan komitmen mengurangi pemanasan global.
 
"Mereka sepakat untuk mengambil langkah demi mengurangi laju perubahan iklim global, namun di lapangan perusakan  lingkungan masih terus berlangsung,” beber Ronny.
 
Dia mengingatkan apabila upaya dunia gagal membatasi pemanasan global, yaitu 1.5 derajat celcius, menurut WWF kawasan Amazon dan Afrika akan kehilangan 50 persen dan 75 persen keanekaragaman satwa liarnya.
 
Ronny menyebut upaya untuk mengurangi laju penurunan keanekaragaman hayati dunia ini tidak mudah karena menyangkut biaya besar. “Negara miskin dan negeri berkembang tidak akan berperan besar dalam mengurangi laju penurunan keanekaragaman satwa liar ini jika tidak dibantu negara maju dari segi finansial,” tutur dia.
 
Dia mengatakan sudah menjadi rahasia umum kebiasaan konsumsi negara-negara kaya selama ratusan tahun terakhir memiliki andil sangat besar dalam hilangnya sumber daya alam dunia di berbagai belahan dunia. “Oleh sebab itu tentunya negara maju memiliki kewajiban moral untuk membantu negara miskin dan negara berkembang melestarikan keanakeragaman hayati ini,” tutur Ronny.
 
Ronny menyebut dalam mengatasi krisis alam yang sangat luas ini, tentunya tidak ada pilihan lain selain menerapkan konsep ekonomi hijau. Sebuah konsep yang berkelanjutan dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam dan jasa alam. Seperti udara dan air bersih yang akan memberikan insentif bagi negara-negara berkembang yang telah berupaya untuk menjaga alamnya untuk kepentingan dunia.
 
“Teknologi dan ilmu pengetahuan yang ada saat ini telah terbukti dapat menyelamatkan spesies hewan dan tumbuhan yang hampir punah asalkan disertai dengan upaya keras dan niat serta tekad dunia yang kuat,” ujar Ronny.
 
Baca juga: Dukung Action Indonesia Day 2022 Selamatkan 4 Satwa Endemik

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan