Fathul kemudian menceritakan, proses terpilihnya ia sebagai rektor UIII sebenarnya tidak karena mencalonkan diri. Melainkan ada aturan di UII yang mewajibkan semua yang memenuhi persyaratan untuk ikut pencalonan.
"Saya jadi rektor sebetulnya tidak mencalonkan, karena di UII semua yang memenuhi syarat harus ikut, tidak boleh tidak. Kecuali menjadi pejabat negara, kedua sakit yang tidak mungkin menjalankan tugasnya. Saya tidak dalam dua pengecualian itu, makanya harus ikut," terang Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid dalam siaran YouTube mojokdotco program Putcast-Rektor UII, dikutip Selasa 24 September 2024.
Di UII, kata Fathul, diakuinya agak berbeda dengan kampus lain. Di mana pemilihnya terdiri dari semua elemen sivitas akademika. Yakni semua dosen, tenaga kependidikan dan seluruh perwakilan lembaga mahasiswa.
"Ini seperti pemilu raya, nanti dihitung semua, kemudian diambil 5 besar, baru kemudian pemaparan visi dan misi secara terbuka. Tidak ada campur tangan negara, beda dengan PTN," terangnnya.
Sementara di PTN salah satu yang menjadi pembeda adalah adanya campur tangan negara yang ditunjukkan dengan porsi suara dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Sementara, kata dia, di PTS proses pilrek lebih independen.
Meski di satu sisi ada kelebihan secara independensi, namun di sisi lain terdapat "kekurangan" bagi PTS.
"Kalau boleh ini disebut kekurangan, karena PTS harus berjuang sendiri, menghidupi diri sendiri, mengembangkan diri sendiri dengan segala risikonya," jelas kelahiran Jepara ini.
Namun dengan independensi itu juga, PTS memiliki kelebihan lain, yakni menjadi lebih bebas bersuara. Bahkan ia mengatakan hal ini pula yang membuat PTS tidak tersandera dalam kesehariannya.
"Lebih fleksibel, lincah bergerak karena minim kekangan regulasinya," ungkap dia.
Baca juga: Ditanya Kenapa PTN Lebih Mahal dari PTS, Ini Jawaban Rektor UII |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News