Dalam mendukung upaya itu, berbagai skema pendanaan diluncurkan, seperti Rumah Program dan Riset dan Inovasi Indonesia Maju (RIIM) Ekspedisi.
“Kami saat ini sedang mempersiapkan RIIM Invitasi Strategis Ekspedisi Biodiversitas Terestrial yang akan difokuskan di pulau Kalimantan,” beber Bayu dalam keterangan tertulis, Rabu, 28 Februari 2024.
Bayu menuturkan sekitar 96 persen dari spesies baru yang ditemukan merupakan spesimen asal Indonesia. Ini terjadi karena fokus penelitian yang kuat pada spesies-spesies di Indonesia, yang terkenal dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya yang luar biasa.
Meskipun sudah dieksplorasi sejak zaman kolonial, masih banyak yang belum terungkap di negeri ini. Sebab, luasnya wilayah Indonesia dengan beragam ekosistem yang menjadi tempat penelitian biodiversitas.
Bayu mengatakan Indonesia demikian luas, terestrial, maupun akuatik. Sehingga, banyak tipe ekosistem, pulau-pulau, menjadi surga bagi penelitian biodiversitas.
Menurutnya, negara-negara maju, rata-rata memiliki keanekaragaman hayati relatif rendah. Dengan SDM periset, anggaran dan infrastruktur yang maju bisa dianggap riset biodiversitas selesai di negaranya. Sehingga mereka mengincar negara-negara dengan biodiversitas tinggi yang kebanyakan adalah negara berkembang untuk bekerja sama dalam riset biodiversitas.
“BRIN menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri, seperti lembaga riset, universitas, dan NGO. Kolaborasi menjadi kunci untuk mengatasi kendala-kendala seperti SDM, anggaran, dan infrastruktur dalam riset biodiversitas,” tutur Bayu.
Bayu menuturkan setelah penemuan taksa, BRIN melakukan identifikasi dan studi lebih lanjut terhadap spesies baru tersebut. Hal ini meliputi studi biologi, pemanfaatan atau bioprospeksi, serta upaya konservasi jika diperlukan.
Penemuan jenis baru membuka potensi dalam pemahaman keanekaragaman hayati dan mendesak perlunya perlindungan dan pelestarian spesies-spesies tersebut mengingat berbagai ancaman yang mereka hadapi.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Amir Hamidy, menjelaskan proses pencarian dan identifikasi 49 taksa baru yang baru-baru ini diumumkan. Penemuan itu melalui serangkaian eksplorasi sebelumnya dan validasi spesimen yang ada.
Amir menekankan beberapa kriteria utama dalam menentukan apakah sebuah taksa atau spesies merupakan taksa baru, termasuk karakter morfologi, molekuler, fisiologi, dan ekologi. “Pengamatan mendalam terhadap ciri-ciri ini membantu peneliti dalam mengklasifikasikan dan mengidentifikasi spesies baru dengan akurat,” ungkap dia.
Waktu yang dibutuhkan untuk menentukan sebuah taksa baru sangat bervariasi, bisa kurang dari satu tahun atau bahkan lebih dari 30 tahun, tergantung sejauh mana penelitian manusia telah mempelajari taksa tersebut.
Amir menerangkan dalam proses identifikasi, metode DNA Barcoding menjadi alat yang sangat berguna. Peneliti dapat dengan cepat membandingkan dan mem-validasi keberadaan taksa baru menggunakan data sekuen DNA terkait.
Dia juga membagikan pengalamannya yang berkesan dalam penelitian dan eksplorasi biodiversitas di Indonesia. Menurutnya, setiap pengamatan menawarkan keunikan dan kekayaan keanekaragaman alam Nusantara yang memukau peneliti.
Baca juga: BRIN Temukan 3 Jenis Ngengat Baru, Salah Satunya Hama Tanaman Cengkeh |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News