FGD soal RUU Sisdiknas - DOK Unnes
FGD soal RUU Sisdiknas - DOK Unnes

Tiga Catatan Penting Unnes Soal RUU Sisdiknas

Renatha Swasty • 08 September 2022 12:30
Jakarta: Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menjadi sorotan banyak pihak, salah satunya Universitas Negeri Semarang (Unnes). Universitas menyoroti tak tercantumnya peran Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai perguruan tinggi penghasil calon guru profesional dan berkualitas.
 
“Dalam RUU Sisdiknas yang saat ini, secara eksplisit tidak mencantumkan pasal yang membahas tentang peran dan fungsi LPTK. Ini menjadi perhatian Unnes dan bagian yang harus diperjuangkan bersama sebagai LPTK,” kata Rektor Unnes Fathur dikutip dari laman unnes.ac.id, Kamis, 8 September 2022.
 
Fathur menyebut tidak tercantumnya pasal yang membahas tentang peran dan fungsi LPTK akan merugikan pemerintah. Dia mengatakan pemerintah akan kehilangan investasi perguruan tinggi dengan program studi pendidikan yang memiliki peran dalam menyiapkan guru masa depan untuk menghasilkan sumber daya manusia unggul.

“Kalau ini hilang maka investasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam mendirikan perguruan tinggi dengan prodi pendidikan atau LPTK ini akan sia-sia untuk mendukung SDM unggul,” papar Fathur.
 
Dia menyebut LPTK memiliki peran penting menyiapkan guru unggul dan profesional. Fathur menjelaskan guru sebagai profesi yang mempunyai peran dan fungsi strategis dalam sistem pendidikan nasional harus memiliki standar kualifikasi dan kompetensi terukur.
 
Fathur mengatakan untuk menghasilkan guru profesional atau kompeten dibutuhkan lembaga berwenang, yaitu LPTK. Dia menegaskan LPTK harus ada di dalam RUU Sisdiknas.
 
“Hal ini tidak bisa dipungkiri karena LPTK merupakan satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan dalam melaksanakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan non-kependidikan,” tegas Fathur.
 
Fathur mengatakan pihaknya menyambut positif perubahan regulasi. Sebab, perubahan pendidikan di Indonesia tidak bisa dielakan.
 
“Latar belakang adanya perubahan atau regulasi undang-undang ini adalah latar belakang positif, pertama pendidikan memang berubah karena itu juga harus disiapkan regulasi yang kemudian juga ada upaya integrasi dari berbagai undang-undang yang terkait,” kata Fathur.
 
Fathur meminta pemerintah mengkaji RUU Sisdiknas lebih mendalam dan komprehensif. Dia menyebut semakin banyak pihak-pihak yang memberikan masukan menunjukkan undang-undang ini punya posisi strategis dalam pendidikan.
 
"Untuk itu hari ini Unnes mengusulkan usulan terkait dengan RUU Sisdiknas. Ini bukan sekadar usulan, karena ini sudah didiskusikan dan dikaji berdasarkan data oleh pakar pendidikan, pakar hukum, dan pakar terkait lainnya yang ada di Unnes,” tutur Fathur.
 
FGD tanggapan atas Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional ini menghadirkan narasumber Ketua LP2M R Benny Riyanto, Ketua LP3 Ngabiyanto, Dekan FIP Edy Purwanto, dan Guru Besar FIP Mungin Eddy Wibowo.
 
Ada tiga hal yang disoroti dalam RUU Sisdiknas:
 
Pertama, RUU Sisdiknas mereduksi peran Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Pada UU Guru dan Dosen, LPTK mempunyai peran jelas, yaitu perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru.
 
Namun, dalam RUU Sisdiknas, LPTK tidak tercantum, bahkan membuka peluang bagi semua perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan profesi guru. Pereduksian LPTK juga terlihat dari syarat menjadi guru hanya lulus pendidikan profesi guru, tidak mesti harus sarjana pendidikan.
 
Profesi guru yang terbuka dari semua lulusan bukan hanya dari sarjana pendidikan, tentu akan berdampak pada kualitas peserta didik.  Karena seorang guru harus mempunyai kemampuan pedagogi dan kemampuan afektif yang telah dibekalkan pada lulusan dari program studi kependidikan.
 
Kedua, tidak ada jaminan keberlangsungan tunjangan profesi guru dan dosen baru. Rumusan RUU Sisdiknas yang membatasi jaminan adanya tunjangan profesi guru dan dosen bagi guru dan dosen yang telah menerima tunjangan profesi merupakan bentuk lepas tangan pemerintah terhadap kesejahteraan guru.
 
Hal ini dapat berakibat pada kualitas guru dan dosen yang berdampak pada kualitas pendidikan yang diterima pelajar. Hal ini merupakan kemunduran dalam Sistem Pendidikan Nasional yang menjadikan kesejahteraan guru menjadi prioritas.
 
UU Guru dan Dosen saat ini telah menjamin tunjangan profesi merupakan hak guru dan dosen bahkan tercantum jelas tunjangan profesi bersumber dari APBN atau APBD.
 
Ketiga, hilangnya pendidikan kewarganegaraan dalam mata pelajaran wajib atau mata kuliah wajib. RUU Sisdiknas dalam penjelasannya, pendidikan kewarganegaraan dimasukkan dalam pendidikan Pancasila.
 
Namun, penggabungan ini merupakan kemunduran karena materi muatan pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan Pancasila berbeda. Sebagai bahan perbandingan, dalam UU Sisdiknas Tahun 2003 telah dibedakan antara pendidikan Pancasila dan pendidikan kewarganegaraan.
 
Baca juga: Pegiat Pendidikan Dorong Presiden Turun Tangan Terkait Polemik RUU Sisdiknas

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan