Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti (SDID) Kemristekdikti saat memberikan kuliah umum.
Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti (SDID) Kemristekdikti saat memberikan kuliah umum.

Kemristekdikti Terima 70 Proposal Kampus untuk Undang Dosen Asing

24 April 2018 13:30
Jakarta: Rencana pemerintah mengundang dosen asing ke Indonesia terus menuai polemik, terutama setelah muncul informasi rata-rata gaji pengajar asing mencapai US$4.000 atau setara  Rp55 juta per bulan. Padahal, saat ini ada 70 proposal dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun swasta yang berminat mengundang dosen bergelar profesor kelas dunia.
 
Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti (SDID) Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Ali Ghufron Mukti, menilai informasi tentang gaji dosen asing tidak utuh. Yang benar, seperti dia akui, gaji dosen asing bisa menembus Rp55 juta.
 
Tapi, angka itu batas atas. Artinya, tambah Ali, rentang gaji dosen asing antara Rp0-Rp55 juta. Tergantung hasil negosiasi.

Di lain sisi, Ghufron memastikan Kemenristekdikti belum tentu meluluskan permohononan 70 PTN maupun swasta yang hendak mendatangkan profesor kelas dunia. "Jika mahal dan semua serba minta, skor bisa rendah. Proposal bisa tidak diterima," kata mantan Wakil Menteri Kesehatan ini.
 
Ia menjelaskan, kehadiran dosen asing nanti akan menggunakan skema program WCP (World Class Professor).  Mereka dipastikan profesor kelas dunia. Bukan sekadar profesor berkewarganegaraan asing.  Program WCP ini juga terbuka bagi profesor dalam negeri yang memenuhi persyaratan.
 
"Ini harus clear," jelas Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) ini.
 
WCP adalah skema khusus yang disediakan Kemristekdikti sejak 2017 bagi dosen kelas dunia, baik asing atau pun dalam negeri dengan tujuan meningkatkan kualitas penelitian melalui jalur kolaborasi.
 
Program WCP diharapkan dapat memajukan iklim dan ekosistem riset di perguruan tinggi dalam negeri. Dalam program tersebut, para dosen di perguruan tinggi dalam negeri dapat berkolaborasi dengan profesor kelas dunia untuk menghasilkan temuan-temuan baru.
 
"Hasil evaluasi WCP sebelumnya, per akhir tahun 2017 sudah lebih dari 13 publikasi internasional yang terbit di jurnal bereputasi, enam publikasi menunggu terbit, dan sisanya sedang dalam tahap perbaikan dan review," sebut Ghufron.
 
Sedangkan dari evaluasi secara kualitatif, perguruan tinggi penyelenggara program WCP kini memiliki link atau jejaring keilmuan dengan para dosen kelas dunia.  Sehingga proses pengembangan ilmu dapat terkolaborasi yang baik.
 
Pada kesempatan yang sama, Ghufron juga mengungkapkan bahwa mayoritas dosen kelas dunia yang hadir ke Indonesia pada 2017 adalah dosen dari Jepang. Bahkan sejumlah ilmuwan diaspora Indonesia yang sudah meniti karier akademik di luar negeri juga ikut ambil bagian pada program ini.
 
Ghufron menyebutkan, pada WCP 2017 terdapat 26 dosen asal Jepang, disusul Amerika, Australia, Malaysia dan Prancis. "Sedangkan dari RRC hanya dua orang, sama jumlahnya dengan yang dari Arab Saudi," tegasnya.
 
Terlepas dari polemik dosen asing di kalangan masyarakat, pria kelahiran 17 Mei 1962 itu menyebutkan bahwa pendidikan tinggi memiliki tantangan yang semakin berat di era globalisasi. Selain terkait peningkatan kualitas, pendidikan tinggi juga harus beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan keinginan masa depan.
 
Oleh sebab itu,program WCP perlu dimanfaatkan secara baik dan pelaksanaannya dilakukan secara bijak supaya memperoleh hasil yang maksimal.  Dalam dunia akademik merupakan hal wajar bila berkolaborasi dengan sesama akademik di luar negeri.
 
"Jangan salah, banyak sekali dosen kita yang juga diminta mengajar dan meneliti di berbagai kampus luar negeri, saya pun memiliki pengalaman serupa, seperti mengajar, meneliti, dan menguji di berbagai kampus kelas dunia,” ujarnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan