Tangkapan layar webinar
Tangkapan layar webinar

Yuk, Turut Serta Jadi Pejuang Anti-Hoaks

Medcom • 30 Januari 2024 09:26
Jakarta: Hoaks menjadi salah satu amunisi di era pascakebenaran atau post-truth. Bersama berita bohong, bias, informasi yang dipelintir, hingga ungkapan kebencian, hoaks menjadi sarana untuk menjatuhkan lawan dengan cara memodifikasi kebenaran untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
 
"Penyebaran konten hoaks membuat masyarakat benci terhadap problem yang memiliki sentimen negatif," ujar Ketua Bidang Studi Sains Informatika, UPN Veteran Jakarta, Radita Gera Tayibnapis, melalui keterangan tertulis yang diterima Selasa, 30 Januari 2024.
 
Radita melanjutkan media sosal menjadi sarana penyebaran informasi yang tidak terkontrol, termasuk upaya menyebarkan kabar kebohongan untuk melawan pihak rival. Elemen utama hoaks di ruang siber berhubungan dengan agen yang memproduksi pesan hoaks dan disampaikan kepada masyarakat. 

"Upaya utama motif hoaks menyebarkan rasa ketidakpercayaan terhadap sebuah kebenaran dengan motif politik, ekonomi, atau motif lain untuk menyebarkan kebencian yang dapat menjadi komoditi atau memiliki nilai jual," kata Radita.
 
Agar tak menjadi senjata dalam memorakporandakan kebenaran, Radita mengajak masyarakat, khususnya pengguna internet, untuk menjadi pejuang atau agen perubahan dalam mencegah hoaks tersebar lebih luas. 
 
"Penting diketahui cara mengidentifikasi berita bohong agar dalam masa rentan seperti saat ini (pemilihan umum), masyarakat mawas terhadap peredaran berita-berita yang tidak menguntungkan," kata Radita.
 
Baca: 1.399 Konten Hoaks Pemilu 2024 Diblokir

Pernyataan Radita itu dikemukakan saat menjadi salah satu pembicara dalam webinar Ngobrol Bareng Legislator (Ngobras) bertema Menjadi Pejuang Anti-Hoaks di Dunia Digital, Senin, 29 Januari 2024. Bertindak sebagai pembicara kunci Anggota Komisi I DPR Subarna.
 
Subarna menyatakan hoaks merupakan berita bohong yang disampaikan pada publik melalui media elektronik yang bermuatan asusila, perjudian, penghinaan, pemerasan, pencemaran nama baik, kebencian, dan kekerasan yang digunakan untuk mencari kepentingan pribadi. Hoaks menjadi komoditas utama dalam tahapan pemilu yang tengah berlangsung saat ini.
 
"Meski tidak ada undang-undang yang secara langsung menyebutkan tentang hoaks, namun di Indonesia penyebaran berita dalam konteks penyiaran sudah diatur dengan konsekuensi pidana yang jelas," kata Subarna.
 

Ciri-ciri berita hoaks

Menurut dia, penting diketahui cara mengidentifikasi berita bohong agar dalam masa rentan seperti saat ini. Masyarakat harus mawas terhadap peredaran berita-berita yang tidak menguntungkan. 
 
"Kita harus hati-hati dengan judul provokatif. Karena berita hoaks sering menggunakan judul yang sensasional. Kemudian, cermati alamat website sumber berita," kata Subarna.
 
Dewan Pers mencatat terdapat 43 ribu portal berita yang ada di Indonesa. Dari jumlah itu, portal berita resmi yang terverifikasi Dewan Pers tak sampai dua ribu. 
 
Artinya, terdapat puluhan ribu portal berita yang dapat menjadi sumber berita bohong. Untuk itu, Subarna mengingatkan masyarakat untuk senantiasa memeriksa fakta dengan cara mencermati apakah portal berita itu merupakan terbitan institusi resmi atau bukan. 
 
"Masyarakat juga harus dapat membedakan fakta dan opini serta keaslian foto atau video yang menyertai berita tersebut," kata dia.
 
Penggiat digital Tristania Dyah mengatakan hoaks bisa menimbulkan perpecahan, mengancam keselamatan, dan dapat menurunkan reputasi seseorang. Agar tidak terjebak dalam informasi yang tidak tepat, masyarakat harus dapat mengidentifikasi informasi yang diterima dengan membaca berita secara keseluruhan dengan melakukan verifikasi sumber berita dan foto. 
 
Baca: Kominfo Ajak Kolaborasi Redam Penyebaran Konten Negatif Pemilu

Tak hanya itu, masyarakat juga harus menjadi penggerak dalam mencegah hoaks tersebar lebih luas. "Masyarakat harus ikut serta dan berperan aktif dalam rangka menghentikan penyebaran hoaks," kata Tristania.
 
Menurut dia, berita hoaks memiliki kecenderungan lebih menarik perhatian. Masyarakat pun menjadi mudah percaya karena umumnya informasi yang berisi kalimat bohong sesuai dengan keinginan pribadi atau opini pribadi.
 
"Jangan mudah percaya dan jadilah pengguna internet yang kritis," kata Tristania.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan