Ilustrasi nyekar. DOK MI
Ilustrasi nyekar. DOK MI

Generasi Muda Mulai Meninggalkan Tradisi Nyekar, Lebih Suka Kirim Doa di Medsos

Renatha Swasty • 27 Maret 2025 21:03
Jakarta: Menjelang Hari Raya Idulfitri, tradisi nyekar atau ziarah kubur menjadi bagian tak terpisahkan. Kegiatan ini menjadi momen bagi keluarga untuk berkumpul, mempererat hubungan antargenerasi, serta menjaga identitas keluarga dan komunitas.
 
“Secara religius, tradisi ini merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur dengan cara berdoa dan memohonkan ampunan bagi mereka. Dari perspektif antropologi simbolik, nyekar melambangkan keterhubungan antar-generasi dalam masyarakat agraris yang menjunjung tinggi gotong royong dan kekeluargaan,” kata dosen Antropologi Fakultas Ilmu Budaya dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Biandro Wisnuyana dikutip dari laman unair.ac.id, Kamis, 27 Maret 2025. 
 
Ia mengungkapkan dalam dua dekade terakhir, tradisi nyekar mengalami pergeseran, terutama di kalangan generasi muda. Kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup mendorong masyarakat memilih cara lebih praktis dalam menjalankan ritual ini. 

Kini, banyak orang mengirim doa melalui media sosial atau grup keluarga. Selain itu, nyekar tidak lagi dilakukan secara ketat menjelang Lebaran, melainkan lebih fleksibel menyesuaikan dengan kesibukan masing-masing individu. 
 
Urbanisasi juga menjadi faktor yang menyebabkan menurunnya partisipasi generasi muda. Sebab, keterbatasan waktu dan semakin berkurangnya keterikatan emosional dengan tradisi ini.
 
Baca juga: Doa dan Tata Cara Ziarah Kubur saat Idulftiri Hari Pertama

“Hal ini menunjukkan pergeseran tradisi dalam konteks kemajuan teknologi dan informasi. Generasi muda semakin jarang terlibat langsung dalam nyekar, baik karena kesibukan maupun karena keterikatan emosional yang semakin berkurang akibat urbanisasi,” ujar dia. 
 
Biandro mengatakan tantangan dalam melestarikan tradisi nyekar antara lain meningkatnya urbanisasi yang membatasi akses ke makam, pergeseran perspektif keagamaan yang menganggap nyekar bukan kewajiban, serta kurangnya edukasi mengenai nilai budaya dalam tradisi ini.
 
Peran keluarga sangat penting dalam menjaga keberlanjutan tradisi nyekar. Ia menyarankan agar anak-anak diperkenalkan dengan tradisi ini sejak dini, sehingga mereka memahami makna dan nilai yang terkandung di dalamnya. 
 
Selain itu, pemanfaatan teknologi sebagai sarana edukasi dan dokumentasi dapat menjadi alternatif agar generasi muda tetap terhubung dengan tradisi ini, meskipun dalam bentuk yang lebih modern.
 
“Generasi muda kurang mendapatkan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai budaya yang terkandung dalam nyekar. Kurangnya edukasi dan keterbatasan waktu membuat mereka semakin jauh dari tradisi ini,” jelas Biandro.
 
Ia mengatakan peningkatan kesadaran budaya di sekolah dan komunitas melalui edukasi tentang pentingnya nyekar bisa menjadi solusi agar tradisi ini tetap relevan. Penyediaan fasilitas refleksi di pemakaman atau tempat khusus di rumah untuk mengenang leluhur juga dapat menyesuaikan nyekar dengan gaya hidup modern, sehingga tradisi ini tetap lestari di tengah perkembangan zaman.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan