Pengamat pendidikan, Indra Charismiadji menyebut, keberadaan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) yang selalu digembar gemborkan untuk mahasiswa miskin dinilai belum mampu mengatasi permasalahan yang ada. Sebab, yang paling terdampak dari UKT tinggi ini adalah mahasiswa yang berada di kelompok ekonomi menengah.
"Pemerintah boleh berdalih bahwa ada KIP Kuliah untuk masyarakat miskin, yang jadi masalah adalah masyarakat berpenghasilan menengah yang tidak mungkin bisa membayar biaya kuliah anak-anaknya," kata Indra kepada Medcom.id, Kamis 16 Mei 2024.
Ia menyampaikan, jika pendapatan rata-rata per kapita masyarakat Indonesia hanya Rp75 juta per tahun. Tentunya akan sulit membayar segala biaya yang ditetapkan perguruan tinggi saat ini.
"Pendapatan per kapita masyarakat Indonesia itu hanya Rp 75 juta rupiah per tahun, akan sangat kesulitan untuk membayar Iuran Pengembangan Institusi (IPI) atau uang pangkal yang di atas Rp75 juta belum lagi ditambah UKT yang di atas Rp20 juta per semester," terangnya.
Dalam hal ini ia mengungkap terdapat permasalahan kenapa biaya kuliah di Indonesia mahal. Salah satunya, karena mindset pembuat kebijakan dalam mengelola pendidikan dilakukan dengan mekanisme pasar alias neoliberalisme.
"Amerika yang negara kapitalis saja tidak mengelola pendidikan dengan mekanisme pasar, negara benar-benar hadir untuk memastikan warga negaranya mendapatkan akses pendidikan seluas mungkin untuk dapat membangun bangsa. Sementara di sini justru dengan dorongan menjadikan PTN berstatus PTNBH, mereka semua diharapkan berbisnis dan cari profit setinggi-tingginya sehingga subsidi pemerintah berkurang," tutup dia.
| Baca juga: UKT Mahal, PTN Jangan Berpikir Debit, Kredit dan Margin
|
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
