Mahasiswa Unesa Dewi Fatma Wati mengikuti Muhibah Jalur Rempah 2023. DOK Unesa
Mahasiswa Unesa Dewi Fatma Wati mengikuti Muhibah Jalur Rempah 2023. DOK Unesa

Kenangan Magis Dewi Telusuri Jalur Rempah

Renatha Swasty • 12 April 2024 11:51
Jakarta: Dewi Fatma Wati belum bisa lupa pelayarannya dengan kapal legendaris KRI Dewaruci dari Surabaya hingga Pulau Selayar, Sulawesi Selatan akhir tahun lalu. Perjalanan selama empat hari itu menyusuri jalur rempah Nusantara.
 
Dewi bersama 20 delegasi Indonesia yang berasal dari berbagai unsur yang dikenal dengan Laskar Rempah mengikuti pelayaran Muhibah Budaya Jalur Rempah 2023.
 
Mahasiswa S-1 Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu diajak berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, seperti Festival Budaya di Selayar yang meliputi pertunjukan, seminar, workshop, serta lomba event budaya, dan lain sebagainya.

"Dari sini bisa dapet insight baru khususnya di Pulau Selayar yang ternyata dulunya dijadikan tempat singgah kapal dan banyak peninggalannya seperti gong nekara terbesar yang ada di dunia yang berfungsi sebagai genderang perang dan alat upacara pelantikan raja, minta hujan, dan ritual lainnya," cerita Dewi dikutip dari laman unesa.ac.id, Jumat, 12 April 2024.
 
Salah satu momen tak terlupakan saat berlayar adalah ketika KRI Dewaruci melintasi garis khatulistiwa yang diiringi ritual khusus, 'mandi khatulistiwa' atau 'mandi suci'. Ketika kapal melewati garis tersebut, seluruh awak dan penumpang kapal berkumpul di geladak H.
 
Atmosfer gelap yang dipenuhi kegembiraan menciptakan kesan magis ketika awak kapal, seolah-olah menjadi bajak laut, menyiramkan air laut kepada yang lainnya. Ritual ini menjadi momen pengingat akan keluarga di rumah, karena setiap orang dipanggil satu per satu untuk disiram air kembang oleh komandan KRI.
 
Kenangan Magis Dewi Telusuri Jalur Rempah
Laskar Rempah dalam Muhibah Budaya Jalur Rempah 2023. DOK Unesa
 
"Saat mandi suci ini awak kapal berperan sebagai dewa dan dewi Neptunus di atas KRI dan para peserta seakan-akan jadi sanderanya. Ini juga sebuah perwujudan simbolis dari pepatah di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung yang punya makna dalam menghormati tradisi dan adat istiadat yang ada di lingkungan tempat seseorang hidup atau berkunjung," papar Dwi.
 
Hal itu mencerminkan sikap saling menghormati dan menerima keberagaman budaya serta memperkuat kesadaran akan nilai-nilai lokal yang kaya akan tradisi dan warisan budaya. Di samping jauh dari daratan dan ketersediaan sinyal, rasa kekeluargaan sangat terasa dengan saling melengkapi.
 
Acara diakhiri dengan minuman jahe hangat untuk menyegarkan suasana di malam hari. Ini menambah kehangatan dan kebersamaan di atas kapal, menjadikan pengalaman tersebut begitu istimewa dan tak terlupakan.
 
Pelayaran ini bertujuan mempromosikan budaya maritim dan sejarah rempah-rempah di kawasan Nusantara. Kegiatan juga untuk mendukung upaya agar jalur rempah diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.
 
Ada berbagai fokus pada aspek jalur rempah mencakup seni budaya, kriya dan wastra, kuliner, ramuan/obat-obatan, serta sejarah. Lintasan jalur rempah tidak hanya menjadi tempat pertukaran rempah-rempah, tetapi juga menjadi jalan bagi pertukaran budaya.
 
Jalur rempah memiliki potensi menjadi poros maritim dunia dengan keterhubungan yang terjalin. Dewi belajar dengan menelusuri kembali jejak sejarah dan menghidupkan kembali cagar budaya, jalur rempah bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga landasan untuk masa depan yang lebih baik bagi kita semua.
 
Baca juga: Jalur Rempah Bukti Nyata Diplomasi Budaya Masyarakat Nusantara

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan