"Tidak ada kewajiban murid untuk membaca semua atau bahkan sebagian karya yang direkomendasikan. Jadi tidak ada beban tambahan," tutur Nino, sapaan karib Anindito Aditomo, melalui Instagram @ninoaditomo dikutip Kamis, 30 Mei 2024.
Justru, kata dia, buku-buku yang direkomendasikan itu untuk membantu penerapan Kurikulum Merdeka. Sehingga, dapat memberi variasi dalam pembelajaran.
"Kurikulum Merdeka yang memang memberi banyak ruang bagi beragam bahan belajar, termasuk karya sastra," sebut dia.
Keberadaan program sastra masuk kurikulum diperdebatkan bukan hanya terkait beban terhadap siswa. Tapi juga buku rekomendasi yang tak tersaring dengan baik.
Majelis Pendidikan Dasar, Menengah, dan Nonformal (Dikdasmen PNF) PP Muhammadiyah meminta Kemendikbudristek menarik dari peredaran buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra. Kemendikbudristek diminta lebih selektif memilih buku yang cocok untuk pendidikan.
"Karena merekomendasikan buku-buku sastra yang sebagian isinya mengandung kekerasan fisik dan seksual serta perilaku hubungan menyimpang yang tidak sesuai dengan norma agama dankesusilaan," tulis Dikdasmen PNF PP Muhammadiyah dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id, Kamis, 30 Mei 2024.
Hal ini dinilai kontra produktif dengan penguatan pendidikan karakter yang sedang digalakkan. Buku-buku sastra yang direkomendasikan dinilai berpotensi memberikan pemahaman keliru bagi anak-anak bangsa.
Terutama, dalam ranah etika dan perilaku dalam membangun hubungan antar manusia yang pantas dan beradab. Hal ini juga tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 yang melarang menyebarkan pornografi termasuk perilaku menyimpang dalam bentuk apa pun.
Baca juga: Rekomendasi Buku Sastra Dikritik, Kemendikbudristek Bakal Kumpulkan Masukan hingga Ubah Konsep |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News