Kepala Staf Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Djatnika Setiabudi menyebut munculnya wabah campak salah satunya dipengaruhi pandemi covid-19.
“Karena pandemi covid-19 awal-awal, maka sekarang ‘panennya’,” kata Djatnika dikutip dari laman unpad.ac.id, Sabtu, 21 Januari 2023.
Dia menyebut saat awal kasus pandemi melanda, terjadi penurunan cakupan imunisasi campak kepada anak-anak. Penurunan ini menurunkan kekebalan komunitas (herd immunity) di masyarakat.
Djatnika mengatakan sebelum pandemi, penyebaran penyakit campak dapat dikendalikan. Saat itu, kasus penularan campak hanya bersifat sporadis, tidak berbentuk wabah atau KLB.
Dia menyebut meningkatnya penularan campak juga tidak lepas dari masih banyaknya kantong-kantong yang menolak vaksin. “Harusnya KLB ini juga dilihat juga populasinya yang mana. Apakah di wilayah yang termasuk banyak imunisasinya atau kah yang tidak,” tutur dia.
Djatnika mengatakan campak merupakan salah satu penyakit sangat menular. Apabila seseorang tidak memiliki kekebalan yang baik, kemungkinan terinfeksi campak 90 persen.
Kekebalan komunitas yang dibutuhkan juga tinggi karena penyakit ini sangat menular. Djatnika mengatakan campak tidak hanya menyerang pada anak-anak. Remaja ataupun orang dewasa yang kekebalannya rendah berisiko terkena infeksi.
“Jika seseorang tidak divaksin campak, kemungkinan tertular campak makin besar,” ujar dia.
Dia menuturkan kemungkinan tertular campak juga bisa terjadi kepada anak yang belum lengkap divaksinasi. Hanya saja, dampak dari penyakit tidak terlalu berat karena sudah memiliki tingkat kekebalan sedikit.
Dampak berat dari campak akan dirasakan oleh mereka yang belum sama sekali diimunisasi, yaitu rentan mengalami komplikasi penyakit lain, seperti pneumonia, radang otak, hingga gizi buruk.
Dia menegaskan pemberian vaksin campak penting untuk meningkatkan kembali kekebalan komunitas. Kemenkes telah menetapkan jadwal imunisasi vaksin campak lengkap, yaitu pada usia 9 bulan, 18 bulan, serta ketika anak menginjak kelas 1 SD.
“Tidak ada istilah terlambat kalau untuk imunisasi itu. Bagi yang belum mendapatkan vaksin, segeralah divaksin. Diimunisasi saja, nanti akan diberikan jadwal ulangan,” kata Djatnika.
Sementara itu, seseorang yang tertular campak akan mengalami fase gejala awal, seperti demam tinggi, batuk pilek, hingga mata merah. Fase ini merupakan fase paling mudah menularkan.
Selain itu, penularan campak tidak melalui sentuhan kulit, tetapi melalui percikan droplet di udara. Djatnika mendorong apabila sudah menunjukkan gejala terkena campak, segera berobat ke fasilitas kesehatan.
Anak yang terkena campak sebaiknya diam di rumah, sehingga tidak menularkan ke orang lain. Apabila anak yang sakit sudah bisa menggunakan masker, sebaiknya menggunakan masker.
“Yang sehat juga perlu memakai masker, karena penularan campak melalui pernapasan,” jelas dia.
Djatnika juga menyarankan pada pemerintah dalam menghadapi KLB Campak perlu menggiatkan surveilans epidemiologi. Pemerintah harus dapat menemukan populasi penularan virus dengan tujuan melindungi mereka yang sehat atau belum terkena.
“Ring immunization juga bisa dilakukan. Artinya, daerah yang fokus penyakitnya dipagari dengan diberikan imunisasi massal di daerah sekelilingnya,” kata Djatnika.
Baca juga: Waspada! Kemenkes Catat Jumlah Kasus Campak Meningkat Pesat di 2022 |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News