Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi memahami kebutuhan tersebut dan melakukan terobosan dengan melakukan peningkatan program D3 menjadi sarjana terapan (D4).
Melalui program D4 pula diharapkan mampu menjaring lebih banyak minat siswa untuk menempuh pendidikan vokasi.
Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto menjelaskan terdapat persamaan antara program D4 dengan sarjana akademik (S1).
"Lulusan D4 dan S1 sama-sama bergelar sarjana. Kalau D4 bergelar sarjana terapan (STR). Selain itu, D4 dan S1 memiliki level yang sama, yaitu level 6 KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia)," kata Wikan Sakarinto, pada program acara Selamat Pagi Indonesia di Metro TV, Sabtu, 27 Maret 2021.
Sementara, perbedaan antara D4 dan S1 terletak pada kekhususannya. Pada program D4 komposisinya 60 persen praktik dan 40 persen teori.
"Bahkan ada kampus yang menerapkan 70 persen praktik. Kemudian, Wajib magang satu semester di industri, minimal enam bulan. Magang ini berfungsi agar mahasiswa lebih mengenal dunia industri," ujar Wikan Sakarinto.
Hal itu sesuai dengan konsep dan tujuan program D4 yang memang sejak awal dirancang untuk menciptakan sarjana terampil dalam hal praktis, terapan, namun juga memiliki leadership dan soft skill yang tinggi.
Program studi (prodi) yang membuka D4 telah memenuhi syarat link and match dengan DUDI, sehingga menjamin lulusan berdaya saing secara maksimal.
Dalam menerapkan kebijakan link and match dengan DUDI, Kemendikbud mengacu pada lima poin utama, yaitu:
1. Kurikulum dibuat bersama dengan industri, termasuk di dalamnya materi training industri.
2. Pembelajaran berbasis project learning atau soft skill kuat.
3. Dosen gabungan antara dosen perguruan tinggi dan industri.
4. Magang minimal satu semester.
5. Lulusannya akan menerima sertifikasi kompetensi, mendapat gelar dan ijazah.
Bukan Prodi 'Batu Loncatan'
Kemendikbud fokus pada penguatan sarjana terapan karena tidak ingin membuat kebijakan yang menguatkan prodi 'batu loncatan' atau prodi nanggung.
"Seperti saya dulu masuk D3 Teknik Mesin UGM. Saya masuk D3 karena gagal masuk S1. Masuk D3 menjadi batu loncatan untuk masuk S1. Mahasiswa D3 itu rata-rata yang gagal masuk S1, bukan berdasarkan passion," kata Wikan Sakarinto.
Lebih lanjut Wikan Sakarinto menjelaskan industri akan lebih menguntungkan jika menerima tenaga kerja lulusan D4 ketimbang D3.
"Industri kalau menerima lulusan D3 lebih rugi karena tenaga kerjanya kualitas bagus, tapi gaji dimurahkan. Kemudian, lulusan D3 ini akhirnya akan melanjutkan S1. Industri merugi karena sudah training dan segala macam, tapi malah ditinggalkan," ujarnya.
Sementara, lulusan D4 atau sarjana terapan akan lebih menguntungkan bagi industri karena lebih siap bekerja.
Melihat banyaknya keuntungan yang akan diperoleh para lulusan D4 dan dunia industri, Wikan Sakarinto mendorong perguruan tinggi vokasi meningkatkan program D3 menjadi D4. Walau begitu, Kemendikbud tak memaksakan pihak kampus.
"Tidak ada pentupan D3 secara umum. Keputusan kami kembalikan ke kampus masing-masing," kata Wikan menegaskan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id