Bedah buku dosen FISIP UNAS, Irma Indrayani. Foto: Unas
Bedah buku dosen FISIP UNAS, Irma Indrayani. Foto: Unas

FISIP UNAS Gelar Bedah Buku Karya Irma Indrayani

Citra Larasati • 27 Juli 2024 09:56
Jakarta:  Program studi Doktor Ilmu Politik FISIP UNAS menggelar bedah buku karya Dr. Irma Indrayani, M.Si. Buku ini berjudul “Pengaruh Asing Dalam Kebijakan Nasional Studi Kasus Pengembangan Industri Pesawat Terbang”. 
 
Ketua Program Studi Doktor Ilmu Politik FISIP UNAS, T.B. Massa Djafar menyampaikan selamat dan apresiasi kepada penulis yang telah menyelesaikan penulisan bukunya.  Ia melanjutkan, judul buku karya dosen FISIP UNAS ini merupakan judul yang menarik.
 
Menurutnya, judul buku yang ditulis bukan sesuatu yang asing, mengingat adanya pengaruh negara luar dalam industri pesawat. Buku yang ditulis, kata Massa Djafar, juga merupakan bagian dari spirit perjalanan sejarah bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat.

Massa Djafar juga mengatakan, negara yang berdaulat tidak terlepas dari intervensi asing. Intervensi asing bisa masuk ke berbagai sektor salah satunya adalah industri pesawat.
 
“Oleh karena itu, kita harus lebih membangun negara yang lebih berdaulat agar tidak diintervensi oleh asing dan hal ini bisa terjadi jika kita memiliki satu spirit nasionalisme,” ujar Massa Djafar dalam sambutannya pada pembukaan kegiatan bedah buku.
 
Dosen Program studi Doktor Ilmu Politik FISIP UNAS, Eddy Guridno didaulat memandu diskusi.  Kemudian Prof. Dr. Didin S Damanhuri dan Prof. Aleksius Jemadu, Ph.D turut menjadi pengulas dalam diskusi buku.
 
Kegiatan ini dihadiri oleh para pakar dan akademisi yaitu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Periode 2014-2016/Guru Besar UNAS Prof. Dr. Yuddy Chrisnandi, S.H., S.E., M.E., Guru Besar UNAS yang juga sebagai Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Dr. Syarif Hidayat, para Dosen di lingkungan UNAS serta mahasiswa.
 
Didin S. Damanhuri sebagai pembedah pertama menyatakan, Industri Pesawat Terbang di Indonesia merupakan Reverse Engineering (RE). Pilihan Habibie yang mempertimbangkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang dalam praktiknya merupakan perakitan dan pengembangan dari CASA Spanyol.
 
PT DI berkembang dengan dukungan penuh dari Presiden Suharto yang sangat kuat dan memerintah selama 32 tahun.  Reverse Engineering yang merupakan pelopor yang spektakuler adalah yang dilakukan Jepang dengan pilihan industri manufaktur (Otomotif, Elektronik, Telekomunikasi dst) dengan ditopang oleh peran negara yang aktif tapi demokratis dan keberhasilan menguasai pasar ekspor.
 
Namun juga ada Partai LDP sebagai partai pelopor yang sangat kuat serta adanya konstruksi Japan Incorporated (baik Industri maupun Politik). Kemudian menjadi raw model yang juga sukses besar dari Korea Selatan.
 
Dalam pengembangan industri substitusi impor di Indonesia (terutama berasal dari Jepang) tidak berhasil mengulang sukses Jepang maupun Korsel, selain sebagai Perakit. Sementara industri pesawat terbang sebagai Proyek RE-nya Habibie berhasil dalam produksi CN 235.
 
"Tapi karena yang over subsidised dan belum sempat jadi unggulan expor serta belum menciptakan backward and foreward linkage dengan sub-sub industri lainnya, keburu Presiden Suharto lengser karena krismon (krisis moneter)," kata Didin. 
 
Sayangnya di era reformasi yang berparadigma sangat liberal, kata Didin, tidak mampu memanfaatkan warisan industri yang dikembangkan Habibie yang menurut Buku Irma Indrayani, karena terlalu banyak kepentingan elit politik.
 
Menurut Didin, hampir semua elit itu kurang punya visi dan kebijakan industri.  Pembedah kedua, Aleksius Jemadu menyatakan pembangunan teknologi tidak berlangsung dalam ruangan yang kosong, tetapi sangat ditentukan oleh struktur ekonomi politik global; networks, configurations, atau webs – pengaturan kompleks yang berfungsi sebagai landasan ekonomi politik internasional.
 
Setiap struktur berisi sejumlah lembaga negara dan non-negara, organisasi, dan aktor lain yang menentukan aturan dan proses yang mengatur akses terhadap perdagangan, keuangan, pengetahuan dan keamanan.  Struktur ekonomi politik global menentukan the rules of the game.
 
Menurut Didin, setiap struktur menghasilkan kompetisi dan ketegangan karena ketergantungan teknologi biayanya mahal dan pertanda kelemahan dan kerentanan (vulnerability). The Global North tidak akan memberikan teknologinya kepada The Global South.
 
"Kemajuan teknologi harus dibangun dari dalam negeri. Berharap pada generosity negara maju hanyalah ilusi," tegas Didin.
 
Lebih lanjut Aleksius mengatakan, buku ini telah menawarkan eksplanasi tentang hakekat pembangunan teknologi di negara berkembang dari perspektif ekonomi politik. Pengalaman industri pesawat terbang di Indonesia menunjukkan resiko kegagalan atau kemandekan terjadi bila teknologi disubordinasikan kepada kepentingan politik para elit pemimpin.
 
Selain itu, pembangunan teknologi perlu dipahami dalam konteks struktur ekonomi politik global khususnya yang berkaitan dengan struktur produksi dan perdagangan serta struktur pengetahuan dan teknologi. 
 
Irma Indrayani mengatakan, buku yang ia tulis adalah hasil dari disertasi yang dielaborasi menjadi buku agar lebih mudah dibaca untuk khalayak luas. “Jadi pada dasarnya saya ingin memberi suatu wawasan bahwa dalam berbangsa dan bernegara, dalam membuat kebijakan, tidak lepas dari pengaruh dari luar dalam hal ini: asing. Sebagai suatu bangsa harus mampu melihat positioning kita agar nantinya dapat bernegosiasi atau berdiplomasi terhadap apa yang ingin kita capai dalam menghadapi tekanan-tekanan dari luar,” kata Irma.
 
Ia berharap, dengan lahirnya buku ini adanya kesadaran dan pemahaman mengenai politik global dan pengaruhnya terhadap politik nasional. “Dengan begitu kita bisa mengambil atau membuat kebijakan yang berpihak pada bangsa sendiri sehingga dapat memajukan negara kita,” ucapnya.
 
Buku yang ditulis oleh Dr. Irma Indrayani, M.Si. mengkaji mengenai studi ekonomi politik terkait dengan kebijakan pemerintah Indonesia terhadap industri pesawat terbang nasional periode pasca Orde Baru. Buku ini menganalisis kontestasi para aktor dalam negeri yang memiliki pengaruh dalam kebijakan pengembangan industri pesawat terbang nasional.
 
Tujuan buku ini, utamanya, adalah untuk menunjukkan bahwa industri pesawat terbang merupakan industri strategis yang melibatkan rancang bangun sarana/prasarana, manufaktur, teknologi, finansial yang tinggi, serta menuntut adanya kerja sama antarnegara, baik secara bilateral maupun multilateral. Kemampuan suatu negara membangun industri pesawat terbang adalah indikator utama kemajuan ilmu pengetahuan dan kekuatan ekonomi negara tersebut.
 
Negara yang sudah sanggup memproduksi pesawat terbang bisa dipastikan sanggup memproduksi alat lain seperti mobil dan kapal laut. Namun, dalam konteks Indonesia, tidak adanya political will dari pemerintah dalam mengembangkan industri strategis ini, menjadikan industri pesawat terbang nasional menjadi terhenti atau tidak berkembang. 
 
Baca juga: Perpusnas Gandeng 2 Perpustakaan Rusia, Ini Benefitnya


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan