Mendikbud periode 2009-2014, Mohammad Nuh. Foto: Medcom/Citra Larasati
Mendikbud periode 2009-2014, Mohammad Nuh. Foto: Medcom/Citra Larasati

LAM Dinilai Membuat Pemerintah Lepas Tanggung Jawab, Begini Respons Mohammad Nuh

Citra Larasati • 24 Juli 2025 07:00
Jakarta:  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) periode 2009-2014, Mohammad Nuh menilai, menghapus keberadaan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) dinilai bukanlah solusi meningkatkan kualitas pendiidkan tinggi di Tanah Air.  Sebaliknya, ini dapat dikategorikan sebagai sebuah kemunduran yang justru dapat membuat menurunnya mutu pendidikan tinggi.
 
Nuh merupakan menteri yang turut membidani lahirnya LAM melalui salah satu pasal di dalam UU Pendidikan Tinggi.  Dalam hal ini, ia memastikan, bahwa keberadaan LAM tidak serta merta menghilangkan tanggung jawab pemerintah dalam menjamin peningkatan kualitas pendidikan tinggi seperti yang dikhawatirkan sejumlah pemohon uji materi dua Undang-Undang, yakni UU Sistem Pendidikan Nasionl dan UU Pendidikan Tinggi yang di dalamnya terdapat pasal tentang LAM.
 
Nuh menepis, persepsi yang muncul akan keberadaan LAM yang dinilai mengurangi tanggung jawab pemerintah.  "Kalau dianggap tidak bertanggung jawab, itu persepsi. Tapi saya memastikan, pada saat Undang-Undang nomor 12 tahun 2012, khususnya pada pasal yang berkaitan LAM, itu pemerintah tetap bertanggung jawab. Tinggal bertanggung jawabnya apakah dirasakan kurang besar atau sudah cukup, dan seterusnya. monggo," terangnya dalam dalam Seminar Forkom LAM bertema “Perjalanan Lembaga Akreditasi Mandiri Teknik dan Infokom” di Jakarta, Rabu, 23 Juli 2025.

Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ini mengatakan, menghapus keberadaan LAM bukanlah sebuah jalan keluar, karena itu justru berpotensi membongkar fondasi sistem akreditasi di Tanah Air. Sebaliknya, jika memang tanggung jawab pemerintah terkesan minim, maka baiknya bersama-sama mengupayakan agar pemerintah memperbesar peran dan tanggung jawabnya agar tidak ada lagi kesan abai.
 
"Kalau saya menyarankan, seandainya dianggap tidak bertanggung jawab terus LAM-nya yang diubah, yang dicabut, bukan itu solusinya. Tapi solusinya, yuk ayo pemerintah, apa kira-kira yang diharapkan tapi masih dirasa kurang untuk berpartisipasi," kata Nuh.
 
Sebelumnya, permohonan uji materi diajukan Badan Kerja Sama Dekan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Negeri se-Indonesia bersama sejumlah dosen dan mahasiswa. Mengutip dari laman Mahkamah Konstitusi, dalam permohonannya, para pemohon mempertanyakan keberadaan dua lembaga yang bertugas melakukan akreditasi, yaitu pemerintah melalui Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) serta Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM).
 
Menurut para penggugat, keberadaan dua entitas ini berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan hingga perbedaan standar dan metode penilaian yang membingungkan perguruan tinggi dan program studi. Hal ini juga dinilai dapat melemahkan efektivitas sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi secara keseluruhan.
 
Pasal 60 ayat (2) UU Sisdiknas menyatakan, "Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik." Sedangkan pasal-pasal dalam UU Dikti mengatur LAM sebagai lembaga akreditasi mandiri yang dibentuk pemerintah atau masyarakat dengan pengakuan pemerintah.
 
Para pemohon menilai ketentuan ini bertentangan dengan UUD 1945, terutama Alinea Keempat Pembukaan dan Pasal 31 ayat (3), yang menegaskan tanggung jawab negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Mereka juga menyoroti potensi praktik jual beli akreditasi yang dapat merusak objektivitas penilaian, terutama karena LAM dikelola sebagian oleh masyarakat.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan