Ilustrasi/Medcom.id
Ilustrasi/Medcom.id

Awardee LPDP Ogah Pulang ke Indonesia, Begini Tanggapan Sosiolog Unair

Citra Larasati • 16 Februari 2023 19:24
Jakarta:  Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengungkapkan kekhawatirannya, jika semakin banyak orang pintar Indonesia yang kuliah di luar negeri, kemudian melupakan Indonesia.  Kekhawatiran ini senada dengan data Lembaga Dana Pengelola Pendidikan (LPDP), tentang ratusan alumni awardee LPDP Luar Negeri yang belum pulang ke Indonesia setelah selesai kuliah.
 
Masih berdasarkan data LPDP, dari 35.536 awardee terdapat 413 awardee yang bermasalah dan tidak kembali. Padahal, keharusan kembali ke Indonesia telah diatur dalam pedoman umum calon awardee.
 
Merespons hal itu, Pakar Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Dr Tuti Budirahayu Dra Msi pun mencoba membedah fenomena tersebut yang berkiblat pada aturan normatif dan fakta empiris.  

Kategori Penerima Beasiswa

Tuti mengelompokkan penerima beasiswa LPDP ke dalam dua kategori. Pertama ialah alumni awardee yang benar-benar melanggar aturan LPDP, yaitu tidak kembali ke Indonesia ditambah tidak membayar biaya ganti rugi atas beasiswa selama studi hingga lulus sesuai aturan yang berlaku.

“Jelas itu pelanggaran berat, dalam sosiologi itu termasuk penyimpangan. Artinya tindakan melawan aturan atau hukum yang berlaku sehingga layak mendapat hukuman," ujarnya dilansir dari laman Unair, Kamis, 16 Februari 2023.
 
Sementara kategori kedua, lanjutnya, ialah alumni awardee yang telah menyelesaikan studi kemudian ditawari bekerja di LN ataupun menikah dengan orang LN. Tetapi mereka (awardee kategori kedua) memenuhi kewajiban untuk membayar denda atau minimal menjalankan kewajiban yang terkait dengan pelanggaran. Tuti menyebut awardee kategori kedua sebagai kelompok brain drain. 

Brain Drain

Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR ini menjelaskan, brain drain adalah perpindahan kaum intelektual, ilmuwan, cendekiawan dari negerinya sendiri dan menetap di luar negeri. Secara sederhana, kondisi itu digambarkan ketika banyak orang yang memiliki keahlian atau kepandaian, tetapi tidak digunakan untuk membangun bangsanya atau memajukan negaranya. 
 
Justru mereka lebih memilih bekerja atau berkarier di luar negaranya karena berbagai faktor.  “Bisa karena kesejahteraan hidup di luar negeri lebih baik, misalnya mendapatkan gaji yang jauh lebih tinggi, atau memang dibajak oleh negara lain atas dasar keahlian yang dimilikinya. Bisa juga mereka adalah para imigran yang secara politis tidak bisa kembali ke negaranya atau juga karena pilihan hidup," papar Tuti.
 
Tuti menegaskan, kelompok brain drain tidak saja terjadi pada penerima LPDP. Akan tetapi, mereka yang sekolah ke luar negeri dengan biaya sendiri dan memilih tidak kembali ke negara asalnya.
 
Persoalan brain drain harus dibenahi melalui berbagai kebijakan yang ada di Indonesia. Menurutnya, jika lebih banyak orang yang memilih bekerja atau berkarier di luar negeri. Jelas itu karena mereka tidak mendapat apresiasi yang tinggi dari pemerintah Indonesia.
 
Bukan saja dari segi pendapatan yang rendah. Melainkan, apresiasi terhadap bidang kerja yang tidak sesuai harapan para alumni luar negeri.
 
“Meski sistem dan aturan mengenai kewajiban kontribusi terus kami perbaiki. Komitmen kembali untuk berkontribusi di Indonesia adalah janji calon awardee. Itu juga akan kembali ditanyakan, digali, dan ditantang oleh pihak LPDP," dilansir dari laman LPDP.
Baca juga:  Sri Mulyani Mengaku Khawatir Penerima Beasiswa Luar Negeri Lupa akan Indonesia

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan