"Pemerkosaan terhadap anak merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan yang harus diberikan hukuman setimpal," ucap Sagaf, Rabu, 12 Januari 2022.
Sagaf mengemukakan, sebagian besar korban berusia belasan tahun atau masih usia sekolah, yang harusnya mendapatkan pembimbingan dan pendidikan yang layak untuk menopang tumbuh kembangnya, ketika menimba ilmu pengetahuan di pendidikan formal.
Namun, sebut Sagaf, hal itu sirna dengan aksi bejat Herry Wirawan. "Tentu korban kehilangan masa depan, padahal mereka (korban) yang berpotensi menjadi harapan bangsa di masa mendatang," sebutnya.
Oleh karena itu, katanya, kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Herry Wirawan pantas bila dituntut hukuman mati oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Sagaf mengemukakan, Herry Wirawan adalah seorang guru agama, pimpinan pondok pesantren, yang mestinya berada pada garda terdepan dalam memberikan perlindungan pada anak dari aspek hukum dari pelecehan seksual.
"Dengan perilakunya yang bejat itu, bukan hanya telah mencederai nilai-nilai agama dan moral, tetapi juga mencederai lembaga pendidikan Islam, khususnya pondok pesantren," katanya.
Baca juga: Kemendikbudristek: 50% Kampus Punya Satgas PPKS Sudah Alhamdulillah
Sagaf yang juga Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulteng itu menilai tuntutan tersebut sekaligus menjadi peringatan dan pelajaran bagi semua orang, untuk menahan diri, menjaga diri agar tidak terjerumus dalam aksi bejat kekerasan seksual terhadap anak.
"Untuk itu di lingkungan pendidikan, di lingkungan pondok pesantren, guru agar menempatkan diri sebagai seorang pendidik sekaligus sebagai orang tua dari murid-muridnya," imbuhnya.
Sagaf menambahkan tuntutan hukuman mati bagi pelaku pemerkosa anak agar dijalankan secara optimal di semua daerah, sebagai bentuk perlindungan terhadap tumbuh kembang anak, serta pemenuhan hak-hak anak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News