Namun, sayangnya, banyak make up artist (MUA) atau penata rias pengantin muda yang mulai berpraktik tanpa mengabaikan aturan baku budaya daerahnya.
Oleh karena itulah, Asosiasi Ahli Rias Pengantin Modifikasi dan Modern Indonesia (Katalia) dan Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (HARPI) Melati menggandeng Himpunan Pimpinan Pendidik Pelatihan dan Kewirausahaan Indonesia (HP3KI) menyajikan gelaran “Temu Karya Tata Rias Pengantin 2022: Melestarikan Warisan Leluhur Budaya melalui Tata Rias Pengantin” di Jakarta.
Upaya ini juga sekaligus untuk menggali aspirasi-aspirasi penata rias pengantin muda serta menyosialisasikan tatanan baku warisan budaya bangsa tentang standar tata rias pengantin tradisional maupun modifikasi.
Ketua Panitia Musyarafah Mahfud menyebutkan, meski dengan persiapan singkat, acara ini perlu diadakan guna mengingatkan kembali bagaimana tata rias dibudayakan sesuai dengan warisan leluhur maupun dimodifikasi sesuai dengan standar. “Kami berharap peserta dapat mengambil manfaat dari acara ini untuk tata rias ke depan,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 14 Desember 2022.
Dalam arahannya, Direktur Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian, Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Wartanto, mengatakan, Kemendikbudristek memberikan apresiasi luar biasa kepada para peserta yang akan merumuskan tata rias pengantin ke depannya. “Tugas kami adalah memfasilitasi keinginan masyarakat yang ingin mengembangkan diri di bidang tata rias pengantin,” ujar Wartanto.
Wartanto menambahkan, tercatat 180 jenis tata rias pengantin yang sudah dibakukan, serta masih banyak lagi yang belum digali, yang merupakan karya gemilang nenek moyang yang harus dilestarikan. Modifikasi dan inovasi juga dibutuhkan sesuai dengan kondisi kekinian.
“Apa pun modifikasinya, itu tidak akan mengurangi ciri dan kekhasan yang dimiliki masing-masing daerah,” tuturnya.
Tata rias pengantin dapat dipertahankan, meski dibutuhkan langkah-langkah bagaimana cara melestarikannya. Salah satu contohnya adalah ketika kita menikah. Melalui acara mungkin yang dilaksanakan seumur hidup sekali tersebut.
“Kita dapat memakai pakaian dan rias pengantin sesuai dengan pilihan dan kebanggan kita yang merupakan warisan nenek moyang yang telah diakui dunia,” ungkap Wartanto.
Ketua Umum Forum Silaturahmi Keraton Nusantara, Mapparessa Karaeng Turikale mengatakan, tata rias pengantin dari berbagai daerah ini hadir untuk saling mendukung kelestarian budaya. Mapparessa pun mengingatkan kembali pakem yang harus dimiliki para penata rias untuk menata hati agar yang dilayani menjadi puas.
“Tata rias pengantin adalah warisan leluhur. Merias harus dilakukan dengan senang, persiapkanlah diri dengan baik,” ujar Mapparessa.
Sementara itu, Imam Besar Masjid Istiqlal, Sri Mulyati menambahkan, tata rias tradisional maupun modifikasi yang disesuaikan dengan kaidah agama dan sesuai dengan tradisi budaya turut memberikan manfaat bagi para pengguna jasanya.
Perwakilan dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Siti Utami Haryanti menyampaikan tema tata rias sebagai khazanah budaya, yang termasuk dalam 10 objek pemajuan kebudayaan. “Salah satu strateginya adalah membuat ruang untuk memperkaya khazanah budaya, semisal diskusi dan acara ini. Selain itu, juga melindungi dan melakukan pembinaan,” katanya.
Acara Temu Karya Tata Rias Pengantin 2022 sendiri diikuti oleh 170 peserta penata rias dari berbagai daerah di Indonesia. Selain diskusi yang menghadirkan narasumber dari beberapa instansi terkait, acara tersebut juga menampilkan peragaan busana pengantin tradisional maupun modifikasi dari daerah Jawa, Kalimantan Timur, Lampung, Makassar, dan Bali.
Baca juga: Tak Cuma Cetak Perias, Peran LKP Strategis untuk Pelestarian Tradisi Rias Pengantin |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id