Dosen sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Rojil Nugroho Bayu Aji menyebut ada dua persoalan besar dalam sepak bola Indonesia. Pertama, permasalahan struktural dari sisi penegakan hukum dan cara stakeholder mewujudkan regulasi yang tepat, baik teknis maupun nonteknis pertandingan.
Dia menegaskan faktor nonteknis tidak bisa diabaikan. Sebab, gejolak atau konflik yang terjadi di dalam maupun luar stadium seringkali dipicu hal-hal nonteknis.
“Apabila kompetisi dikelola dengan baik, kekecewaan atau konflik yang terjadi bisa terselesaikan,” ucap akademisi yang mengikuti perkembangan sejarah sepak bola dan suporter di Indonesia dan dunia itu dikutip dari laman unesa.ac.id, Jumat, 7 Oktober 2022.
Kedua, permasalahan cultural. Bayu menyebut ini berkaitan dengan tradisi dan situasi sosial kondisi suporter yang tentunya memiliki karakter berbeda-beda. Dia mengatakan hal itu perlu pemetaan dan penanganan yang tepat soal suporter bertemu dengan tim klub atau suporter lain.
Bayu mengungkapkan dari aspek suporter juga ada akar persoalan yang perlu dipotong rantainya. Suporter harus berani mengakui kesalahan apabila melakukan tindakan negatif.
Selanjutnya, suporter harus berperan aktif memutus rantai kekerasan verbal. Seperti membuang yel-yel, chant, atau lagu yang mengandung unsur kekerasan, di antaranya “dibunuh saja”, “gak iso moleh”, “nek kalah rusuh” dan lainnya.
“Apa jadinya jika chant dan lagu itu dinyanyikan secara terkoordinir seisi stadion, dinikmati, didengarkan anak-anak lalu ditiru? Kekerasan itu akan menumbuh,” tutur Bayu.
Bayu mengatakan apabila ini terus dibiarkan akan membentuk kesadaran kolektif bersama akan kekerasan dan membangkitkan rasa kebencian antar suporter. Hal ini menjadi catatan penting untuk suporter, klub sepak bola, dan stakeholder untuk memutus kekerasan verbal atau simbolik.
“Sejauh ini, sudah ada suporter yang berhasil memutus rantai itu kemudian membuat lagu-lagu yang fokus mendukung timnya dengan lirik-lirik yang kreatif dan positif,” beber dia.
Bayu menyebut salah satu yang bisa dilakukan ke depan, yaitu memperbaiki regulasi dan penerapan di level struktural. Serta memperbaiki atau memutus rantai kekerasan antar suporter di level kultural.
Selain itu, meningkatkan edukasi dan kesadaran pentingnya kultur sepak bola yang sehat dan menyenangkan. Dia berharap kejadian ini benar-benar jadi pembelajaran dan pembenahan bersama sehingga tragedi Kanjuruhan tak terjadi lagi ke depan dan iklim sepak bola Indonesia bisa naik kelas.
| Baca juga: Guru Besar Unesa Paparkan Tragedi Kanjuruhan dari Aspek Psiko Sosio-Sains |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id