Dosen Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, IPB University Niken Ulupi mengatakan, kejadian naiknya harga ini hampir setiap tahun terjadi, terutama di akhir tahun menjelang perayaan natal dan tahun baru.
"Tahun ini, di masa pandemi, peningkatannya lebih tajam dari tahun-tahun yang lalu. Kondisi ini terjadi hampir merata di seluruh wilayah Indonesia," kata Niken melalui keterangan tertulis, Sabtu, 26 Desember 2020.
Niken menambahkan kenaikan harga telur juga dipicu beberapa faktor pendukung, salah satunya peningkatan konsumsi telur pada 2020. Ia menerangkan, di masa pandemi ini, konsumsi telur naik dari 14,7 kg/kapita menjadi 18,7 kg/kapita. Data ini merujuk Asosiasi Peternakan Ayam Petelur Nasional 2020.
Peningkatan permintaan ini tentu saja berdampak pada peningkatan harga telur. Selain itu, menjelang akhir tahun ini, terjadi lonjakan harga bibit ayam petelur.
Baca: Prediksi UGM Soal Situasi Ekonomi Indonesia Bila Covid-19 Berkepanjangan
Sebelumnya, harga Day Old Chicken (DOC) ayam petelur berkisar Rp7.000/ekor, sekarang, harga DOC mencapai Rp17.000/ekor. Pemicu lainnya juga adalah adanya peningkatan bahan baku pakan impor, yang mencapai 40 persen.
Ia menyarankan adanya evaluasi regulasi mengenai prediksi dan pengadaan kebutuhan bibit ayam petelur agar harga telur di tingkat pengecer tetap stabil. Ini penting dievaluasi agar bisa diantisipasi adanya kenaikan permintaan konsumsi masyarakat terhadap telur konsumsi.
"Selain itu yang perlu dievaluasi adalah regulasi tentang larangan penjualan telur hatching egg ayam broiler (telur tertunas) fresh sebagai telur konsumsi," ujarnya.
Pada dasarnya, kata dia, terjadinya perubahan harga telur adalah karena adanya ketidakseimbangan antara supply dan demand. Selain itu, distribution channel penjualan telur juga masih cukup panjang. Selama ini, masih melalui broker atau trader telur, seharusnya langsung ke retailer biar sedekat mungkin dengan konsumen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News